Warta

SPI Kecam Pengusiran Petani di Deli Serdang

NU Online  Ā·  Rabu, 30 Januari 2008 | 07:41 WIB

Jakarta, NU Online
Serikat Petani Indonesia (SPI) mengecam keras tindakan aparat yang melakukan pengusiran paksa terhadap petani di Desa Damak Maliho, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Selasa (29/1) kemarin. Tindakan tersebut jelas merupakan pelanggaran terhadap hak asasi para petani.

"Sungguh ironi, ketika terjadi krisis pangan di negeri ini, para petani tanaman pangan malah digusur dari lahan garapannya. Apalagi penggusuran itu disertai intimidasi dan kekerasan," ujar Ketua Departemen Hukum SPI, Agus Ruli Ardiansyah, dalam siaran pers yang diterima NU Online, Rabu (30/1).<>

Ruli mengkritik aparat kepolisian yang secara mambabi buta membela pihak PT Perkebunan Nusantara IV Adolina. Bahkan, aparat dinilai telah menjadi kaki tangan pihak perusahaan perkebunan.

SPI mendesak pemerintah segera menyelesaikan sengketa agraria di Damak Maliho. "Dalam menyelesaikan konflik-konflik agraria, hendaknya semua pihak berpegangan kepada Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960 (UUPA 60). Pemerintah juga harus merealisasikan janjinya untuk meredistribusikan tanah kepada rakyat miskin seperti yang tercantum dalam Program Pembaruan Agraia (PPAN)," tegasnya.

Saat ini, pemerintah malah secara agresif memberikan konsesi-konsesi penguasaan tanah kepada perusahaan-perusahaan besar saja, sedangkan lahan-lahan rakyat malah digusur.

Aksi pengusiran terhadap petani itu 35 Satuan Pengamanan Perkebunan dibantu 70 aparat Dalmas Polres Deli Serdang dengan menggunakan buldos. Akibatnya, 30 hektar lahan petani rusak dan 7 petani ditangkap walaupun kemudian dilepas kembali.

Penggusuran dilakukan karena PTPN IV Adolina berniat untuk menanam kelapa sawit di atas lahan sengketa yang masih digarap para petani. Penggusuran dan penanaman oleh PTPN IV masih berlangsung dengan pengawalan ketat aparat kepolisian. Bahkan, menurut keterangan warga setempat, pihak perkebunan masih akan melakukan penggusuran lagi.

Lahan pertanian di Desa Damak Maliho merupakan lahan yang sudah lama disengketakan para petani setempat dengan perusahaan perkebunan. Petani di Desa Damak Maliho sebenarnya sudah menggarap lahan tersebut sejak tahun 1960. Pada 1972, muncul perusahaan perkebunan PT Sari Tugas yang mengambil alih lahan mereka.

Atas dukungan penguasa Koramil Butepra, Kapten Kasmir Ali, PT Sari Tugas yang kini menjadi PTPN IV, akhirnya bisa mengambil alih lahan warga.

Pasca Reformasi, petani Desa Damak Maliho mulai mempertanyakan kembali hak-hak mereka atas tanah tersebut. Karena tidak digubris pihak perusahaan, pada Desember 2007, petani mereklaiming lahan tersebut dan mulai menanaminya dengan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan warga.

Teror demi teror seringkali dialami petani. Bahkan, 4 orang di antaranya pernah ditahan di Polres Deli Serdang hingga kurang lebih satu bulan lamanya. Meski demikian, petani Damak Maliho tetap bersikukuh atas lahan yang mereka garap. Hingga pengusiran paksa yang disertai kekerasan tersebut terjadi. (rif)