Warta

Strategi Baru Bush Pertajam Eskalasi Konflik

Sel, 16 Januari 2007 | 02:37 WIB

Jakarta, NU Online
Strategi baru Bush dengan mengirimkan lebih banyak lagi tentaranya ke Irak akan semakin mempertajam eskalasi konflik antar berbagai kelompok Islam di sana. Konflik bersenjata menjadi lahan subur bagi munculnya aksi terorisme dan pembunuhan-pembunuhan bermotif politik.

Demikian dikatakan pengamat politik internasional Hendrajit kepada NU Online di Jakarta, Selasa (16/1). Alih-alih melerai konflik antara kelompok Sunni dan Syiah yang sekarang berkuasa, penempatan pasukan baru itu akan membuat suasanan pasca eksekusi mati Saddam semakin menegang.

<>

Rencananya Bush akan mengirimkan 21.500 personil militer, 4000 marinir ke Provinsi Ak-anbar dan 17.5000 ke Baghdad. Strategi baru Bush untuk Irak itu memakan biaya yang tidak kecil, sekitar Rp 6,8 miliar.

Menurut Hendrajit, sejak pasukan Amerika Serikat menduduki Irak situasi keamanan nasional Irak ternyata justru semakin rawan. Umumnya gangguan keamanan berupa aksi terorisme dengan modus peledakan bom, pembunuhan dengan cara penyerangan bersenjata secara mendadak, dan penculikan,”

“Sekitar Juni 2006, misalnya, masyarakat Irak tiba-tiba dikejutkan dengan berita meledaknya sebuah bom di sebuah pasar di sebelah selatan Baghdad, dan menewaskan 22 orang. Masih pada bulan yang sama, seorang tentara Amerika tewas setelah diserang secara mendadak,” katanya.

Berkaitan dengan konflik laten antara Sunni dan Syiah juga tidak kalah mencemaskan. Masih di sekitar bulan Juni 2006 lalu, penasehat keamanan nasional Irak mengatakan pihak berwajib telah menangkap seorang tersangka utama dalam pemboman sebuah masjid suci Syiah. Salah seorang tersangka yang berhasil ditangkap bernama Abu Qudama, kabarnya ada kaitannya dengan Al-Qaeda. Namun pemimpin komplotan tersebut yang bernama Haitha al-Badri masih dalam pengejaran.

“Untungnya, kelompok Syiah yang saat ini mengendalikan kekuasaan politik di Irak, tidak terpancing untuk membalas rentetan aksi terror yang dikesankan dimotori oleh kelompok-kelompok Islam berhaluan sunni, kata Hendrajit. 

Pada bagian lain, masih terkait dengan Al Qaeda, kelompok pemberontak yang menamakan dirinya Shura Mujahidin, mengaku merekalah yang telah membunuh keempat pegawai kedubes Rusia di Irak tersebut. Anehnya lagi, alasan mereka membunuh sama sekali tidak mencerminkan motif-motif ideologis. Kata mereka, para staf kedubes Rusia tersebut dibunuh karena tindakan Rusia yang semena-mena. Tapi tidak ada keterangan jelas apa yang dimaksud dengan tindakan semena-mene tersebut.

Karena dalam setiap aksi bersenjata baik itu berupa pemboman tempat-tempat umum maupun masjid, selalu dikaitkan dengan Al-Qaeda, tentunya ini jadi tanda Tanya besar. Siapa aktor intelektual di balik semua kejadian ini? Sebab, mengklaim ini semua ulah Al-Qaeda, sama sekali tidak mengungkap akar persoalan yang sebenarnya.

Sementra itu Amerika Serikat sendiri selalu menghembus-hembuskan peran dari sebuah kelompok Islam berhaluan sunni sebagai Al-Qaeda ala Irak, yaitu Ansar al-Islam. Bahkan sudah memasukkan ke dalam salah satu dari empatpuluh  organisasi terorisme yang tersebar di seluruh dunia.

“Tentu saja ini hanya versi Amerika yang dibuat untuk membesar-besarkan kelompok ini, sehingga Amerika tetap punya justifikasi untuk mempertahankan kehadiran militernya di Irak,” kata Hendrajit. (dar/nam)