Jakarta, NU Online
Usaha transformasi pesantren sulit dikembangkan karena terbentur feodalisme para kyai lokal. Perubahan ini akan merugikan posisi mereka sehingga terjadi usaha untuk mempertahankan posisi yang menguntungkannya.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Moeslim Abdurrahman dalam diskusi Peta Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia yang dilaksanakan di kantor Lakpesdam, Rabu (4/08).
<>Selanjutnya, meski sampai saat ini sudah diusahakan adanya pembaharuan, namun tampaknya masih terdapat keterpisahan ideologi. Terdapat sub kultur yang belum berubah dikalangan grassroot. “Apakah kesetaraan gender yang banyak disosialisasikan memiliki pengaruh yang nyata di pesantren,”tanyanya retorik
Cendikiawan asal Solokuro Lamongan itu juga menjelaskan bahwa faktor lain yang menyebabkan usaha ini tidak bisa berjalan dengan cepat adalah karena pesantren berada di lokasi pedesaan, sedangkan modernisasi dari orba lebih memfokuskan wilayah-wilayah perkotaan dan usaha industrialisasi.
Berkaitan dengan pemetaan intelektual Indonesia, Moeslim menjelaskan bahwa generasi pertama pemikir muslim di Indonesia adalah Harun Nasution yang berasal dari Jakarta dan Mukti Ali dari Yogyakarta. Merekalah yang kemudian menghasilkan kader-kader baru yang tumbuh dikampus mereka masing-masing. “Perbincangan awal mereka adalah pada hubungan antara wahyu dan akal,” jelasanya.
Generasi selanjutnya adalah Gus Dur dan Cak Nur. Dalam pemikirannya mereka memasukkan unsur-unsur pribumi dalam khazanah intelektualnya. Masdar dan Sahal Mahfud merupakan bagian generasi ini. Namun demikian, mereka berakar dari tradisi lokal pesantren yang kemudian dikontekstualisasi dengan permasalahan lokal yang ada seperti fikih kontrasepsi, gender, dll.
Sementara itu, Ahmad Suaedy yang juga berbicara dalam forum tersebut mengemukakan bahwa transformasi pemikiran intelektual dalam generasi-generasi pertama masih bersifat individual seperti pada Gus Dur dan Masdar. Namun demikian sekarang ini sudah mulai terinstitusionalisasikan. Akan tetapi semuanya masih terbentuk dalam satu fragmen-fragmen kecil yang belum menjadi satu arus besar yang menyatukan para pemikir tersebut.
Usaha membuat satu arus besar tersebut sangat penting, jika tidak masing-masing intelektual hanya akan berkutat pada pemikirannya sendiri dan masing-masing akan menjadi pendekar bagi dirinya sendiri.(mkf)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Perintah Membaca
2
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Anjuran Memperbanyak Tadarus
3
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Turunnya Kitab Suci
4
PBNU Adakan Mudik Gratis Lebaran 2025, Berangkat 25 Maret dan Ada 39 Bus
5
Khutbah Jumat: Pengaruh Al-Qur’an dalam Kehidupan Manusia
6
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Peduli Lingkungan dan Sosial
Terkini
Lihat Semua