Asuh Tunagrahita, Pesantren Al-Khoiriyah Gerakkan Sektor Pertanian
Rabu, 17 September 2014 | 09:00 WIB
Probolinggo, NU Online
Pesantren Al-Khoiriyah terbilang istimewa. Pesantren yang terletak di dusun Masjid desa Kerpangan kecamatan Keces ini juga membuka layanan rehabilitasi bagi para tunagrahita. Untuk menutupi kebutuhan rehabilitasi, pesantren menyisihkan 30 persen dari hasil panen sawah seluas 3 hektar milik pesantren.
<>
Pada 2005, Pemkab Probolinggo memohon pihak pesantren Al-Khoiriyah untuk memfungsikan diri sebagai pesantren inabah atau pengobatan bagi tunagrahita. “Saat itu saya langsung buat kamar khusus untuk tunagrahita,” kata pengasuh pesantren Al-Khoiriyah KH Saifullah, Selasa (16/9).
Setelah diresmikan oleh Pemkab, Al-Khoiriyah diamanahkan tiga kiriman santri tunagrahita asal kecamatan Sumberasih, Tongas, dan Kuripan. Setelah satu tahun berdiri, ketiga santri ini dinyatakan pulih dan pulang ke rumah masing-masing.
Kiai Saifullah mengakui, mengurus satu santri tunagrahita jauh lebih sulit dibanding mengasuh 100 santri. Sebab, pengasuh harus menjaga mereka setiap saat karena kapan saja mereka bisa kabur dari pesantren.
Selain itu yayasan juga harus menyiapkan asupan gizi yang cukup dan kontrol tiga kali dalam sepekan kepada psikiater untuk mengecek kondisi kesehatan dan psikologis santri.
“Dana yang dibutuhkan sebenarnya sangat besar, tetapi selama tahun 2005 kami bisa mencukupi kebutuhannya,” jelasnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka saat itu, pesantren ini memanfaatkan sawah seluas 3 hektar milik keluarga besar pesantren untuk diinfaqkan kepada pesantren.
Tidak tanggung-tanggung kewajiban yang harus dibayar ke pesantren minimal 30 persen dari hasil yang dicapai pada saat panen. “Termasuk punya saya seluas 1 hektar juga wajib disumbangkan kepada pesantren,” tegasnya.
Aturan itu, kata Kiai Saifullah, sudah ada sejak lama dan turun-temurun sebelum diwariskan kepada ahli waris. “Saya terima dari abah KH Abdul Muhid sebelum bapak wafat. Pesannya selalu mengingatkan 30 persen dari hasil sawah untuk pesantren,” kenang kiai enam bersaudara ini. (Syamsul Akbar/Alhafiz K)