Brebes, NU Online
Masjid Agung merupakan lambang suatu daerah. Dipastikan para musafir akan singgah di masjid agung untuk bersujud pada-Nya sembari melepas lelah. Kehadiran Drs KH Rosyidi sepertinya dinoktahkan sebagai ‘penjaga’ masjid agung Brebes sekaligus merawat umat menuju jalan lurus, jalan yang di ridloi-Nya.
Setiap hari, dengan menaiki sepeda listrik, Kiai Rosyidi meluncur ke Masjid Agung dari rumahnya di Jalan Kiai Kholid Barat Pasarbatang Brebes sebelum muadzin mengumandang adzan maghrib. Sudah bertahun-tahun lamanya Kiai kharismatik di Kota Brebes ini mengimami sholat Maghrib bagi para jamaah di berbagai penjuru daerah yang bersujud di masjid Agung. “Saya dijadwalkan ngimami sholat maghrib di Masjid Agung,” tutur Kiai Rosyidi yang juga Ketua Yayasan Masjid Agung Brebes, saat ditemui di rumahnya, Kamis (13/10).
Selain dimasjid Agung, pria kelahiran Brebes 8 Oktober 1937 ini juga menjadi imam sholat Isya di Masjid Baitul Izah Pasarbatang Gamprit dan imam sholat Subuh di Mushola Baitul Rohman Pasarbatang Gamprit.
Kehidupannya yang tidak jauh dari masjid dan mushola, membuat dia pandai bersyukur. Bahkan ketika sholat subuh, tidak tahu kalau naas telah menimpanya karena sepeda listrik kesayangannya digondol maling. “Pas 1 November 2015, sepeda saya hilang. Kejadianya begitu cepat, jamaah tidak ada yang tahu kalau sepeda saya hilang, padahal saya baru sholat sunah,” tuturnya gelo.
Kendati demikian, dia tetap bersyukur, karena kehilangan sebagai pertanda kalau Sang Khalik sedang sayang pada hamba-Nya. Terbukti, dari kehilangan tersebut tiba-tiba datang sepeda listrik yang baru, hadiah dari anaknya. “Anakku mendengar kalau sepedaku hilang, lalu langsung membelikan sepeda listrik baru,” ungkapnya.
KH Rosyidi berasal dari keluarga sederhana, bahkan menjadi anak yatim piatu sejak usia 6 tahun. Menjadi yatim piatu tidak membuatnya patah arang, karena percaya ada tangan Tuhan yang menuntunnya.
“Saya lola-lali (yatim piatu) sejak usia 6 tahun,” terang Kiai Rosyidi.
Dia menceritakan, diusia 6 tahun ayahnya yang seorang Kuminco (Ketua RT) Gamprit H Abdul Kholik tutup usia. Dan pada peringatan 40 hari kematian ayahnya, ibunya Hj Muntari giliran dipanggil menghadap Allah SWT. “Diusia 6 tahun, saya tidak tahu harus berbuat bagaimana untuk menjalani kehidupan,” kenangnya penuh kesedihan.
Untung saja, Rosyidi Kecil, dipungut oleh kakak dari Ibunya Pak de H Fadholi yang kebetulan tidak punya anak. Di bawah asuhan H Fadholi, Rosyidi kecil mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat (SR) Brebes Tengah selama 3 tahun, terus melanjutkan ke SR Klapet kelas IV-VI hingga tamat 1951. “Untuk bisa jajan, setiap hari saya membantu penjual krupuk membawakan dagangannya, terus saya diberi krupuk. Tiap hari saya jajannya krupuk,” ungkap Suami dari Hj Fatikhah sambil tertawa kecil.
Selain di SR, Rosyidi juga menempuh Madrasah selama 2 tahun. Dengan bekal madrasah tersebut, dia melanjutkan ke Pendidikan Guru Agama Pertama (PGA P) di Pekalongan selama 4 tahun (1951-1955). Di PGAP, Rosyidi menjadi siswa teladan sehingga bisa masuk ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) di Yogyakarta selama 3 tahun (1955-1958).
Selepas PHIN tahun 1958, Rosyidi langsung mendapat SK Menteri Agama sebagai PNS di Kantor Penerangan Agama Kalimantan Tengah yang berkantor di Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Tiga tahun menjadi PNS, Rosyidi mendapat beasiswa tugas belajar di IAIN Yogyakarta pada tahun 1961 hingga mencapai gelar sarjana bidang Ushuludin jurusan filsafat.
Pada tahun 1968, dia ditarik ke Kantor Penerangan Agama Jawa Tengah di Semarang dan tahun 1971 pulang kampung ke Kantor Penerangan Agama kabupaten Brebes. Dari Kantor Penerangan, lelaki penggemar olahraga ini menjadi Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Brebes 1978-1989.
Jabatan terakhir sebagai Kepala Kantor Departemen Agama Pekalongan dari 1989 hingga pensiun 1993. Sebagai PNS, Kiai Rosyidi mendapat Penghargaan Satyalancana Karya Satya 30 tahun.
Selepas pensiun, ayah dari Ir Siti Farida Rohmulyati, M Akhsanul Haq MAk, M Azhar Yuniato SKom dan Anis Agus Setiawan SPd mengabdi sepenuh hati, merawat umat lewat berbagai aktivitas organisasi.
Antara lain, bergerak sebagai Ketua Yayasan Islamic Center yang sebelumnya dipegang oleh pemkab Brebes. Ditangannya, Islamic Center mampu merekrut STAIB Brebes sebagai bagian dari Yayasan Islamic Center dan juga mendirikan SMK Islamic Center. Fungsi awal Islamic Center, sebenarnya untuk pemberangkatan dan pemulangan Jamaah Haji Brebes. “Sebab, dulu jamaah haji Brebes diberangkatkan dari alun-alun, yang akibatnya ribet bukan main,” ungkapnya.
Selain itu, Kiai Rosyidi aktif diberbagai organisasi sosial kemasyarakatan antara lain menjadi Ketua Majelis Dakwah Indonesia (MDI), Wakil Ketua PGRI, Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), Ketua Yayasan Masjid Agung, Pengurus DHC BPK 45. Pengurus Dewan Pendidikan, Ketua Komite MTs N Model Brebes dan lain-lain.
Penggemar Sate dan Es Jeruk ini juga pernah menjadi anggota DPRD Brebes dari fraksi Golkar periode 1997-1999. Menurutnya, anggota Dewan saat itu tidak bisa berkontribusi banyak kepada rakyat. Karena tekanan dari eksekutif terlalu dominan. “Era orba, peran dewan masih lemah,” terangnya.
Sebagai tokoh Brebes, Kiai Rosyidi melihat Brebes merupakan negeri yang subur dan menjanjikan untuk lebih maju. Masyarakatnya juga damai, agamis dan nrimo. Tinggal bagaimana pemimpinnya bisa menuntun masyarakat Brebes kearah keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan atau tidak.
Rosyidi berharap, pelaku kebijakan di Brebes untuk lebih berkonsentrasi menggenjot tiga komponen penyokong kemajuan yakni pertanian, perikanan dan kehutanan. “Tiga komponen tersebut, harus mendapat perhatian khusus dari Pemkab,” harapnya.
Masalah kehidupan beragama, lanjutnya, sudah cukup menjadi titik konsentrasi Kementerian Agama, Pemuka Agama dan FKUB. Pemkab tinggal menjembatani untuk toleransi, kerukunan dan peningkatan kegiatan Keimanan dan Ketakwaan kepada Yang Maha Kuasa. (Wasdiun/Abdullah Alawi)