Daerah

Ki Herman Sinung: Orang Jawa Identik dengan Islam

Jumat, 14 Juni 2013 | 06:05 WIB

Yogyakarta, NU Online
Sunan Kalijaga pernah berpesan kepada orang Jawa, agar menjadi orang Jawa yang selalu berpegang teguh pada ajaran Islam. Karena ketika berbicara tentang Islam di Indonesia, maka tidak dapat dilepaskan dari Jawa. Orang Jawa itu identik dengan Islam, dan mengerti dimana batas-batas keislaman.<>

Demikian disampaikan Ki Herman Sinung Jautama, seorang budayawan Yogyakarta dalam acara ‘Ngaji’ tentang Sunan Kalijaga Adeg Negara Ngemong Kawula, Rabu (12/6) malam kemarin. Acara tersebut diadakan oleh Majelis Ukhuwah Litta’lim wal Mudzakarah Yogyakarta, di halaman Labolatorium Agama UIN Sunan Kalijaga, Jl. Laksda Adisucipto.

Pada malam itu, Ki Herman memang banyak mengupas tentang Jawa dan Islam. Menurut Ki Herman, menjadi orang Jawa itu dapat mewujudkan Islam dalam ketenangan dan ketentraman. Bahasa Jawa yang memiliki berbagai tingkatan, seperti ngoko, krama inggil, dibuat bukan untuk membuat jarak, tetapi agar terciptanya hayuning srawung, yakni pergaulan yang indah dan tatanan yang membuat ketentraman.

“Jadi meskipun Islam, orang Jawa itu tidak Adigang Adigung Adiguna, atau merasa paling benar. Karena Islam itu rahmatan lil ‘alamin, dan pertolongan Allah itu diberikan kepada seluruh penjuru dunia melalui khalifah di bumi,” tandas Ki Herman.

Adapun yang dimaksud dengan khalifah Allah di bumi adalah Sultan, yang di dalam gelar aslinya telah tercantum dengan jelas tanggungjawab sebagai khalifatullah panatagama. 

“Maksud dari Panatagama adalah penata agama, tidak untuk menciptakan semua menjadi Islam,” paparnya.

Lantas, pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apa yang harus dilakukan oleh orang Jawa saat ini? “Orang Jawa harus menggali kembali pesan para leluhur, dan semua tingkah lakunya harus berlandaskan taqwa kepada Allah,” jawab Ki Herman.

Di akhir pemaparannya, Ki Herman memberikan pesan kepada orang Jawa untuk tidak meninggalkan apa yang disebut Dwi Tunggal. Pertama, jangan sampai ada orang Jawa yang hanya tinggal Jawanya saja. Kedua, jangan sampai ada orang Jawa yang jauh dari agama.

“Orang Jawa jauh dari agama itu mustahil,” tegasnya.

Selain Ki Herman, hadir juga Mbah Mubarit dari Solo yang menjadi pembicara malam itu. Mbah Barit, demikian panggilan akrabnya, merupakan pelaku sejarah empat masa.


Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Dwi Khoirotun Nisa’


Terkait