Daerah

PBNU Perintahkan Imam Masjid Kuasai Ilmu Keislaman

Sabtu, 17 Mei 2014 | 07:04 WIB

Depok, NU Online
Semua harus menggunakan ilmu pengetahuan. Orang mau menjadi pedagang harus memiliki ilmu perdagangan. Orang menjadi aktivis politik harus paham ilmu politik. Orang ingin bertani harus paham ilmu pertanian. Demikian pula orang menjadi imam dan khotib di masjid, harus paham ilmu agama.<>

Kesimpulan tersebut mengemuka dalam ceramah Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di hadapan ribuan hadirin yang memenuhi aula Masjid Dian Al-Mahri Depok, Kamis (15/5), siang. Masjid yang konon termegah di Asia Tenggara itu beralamat di Jl Meruyung Raya Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat.

Kang Said, sapaan akrabnya, didaulat memberikan ceramah agama usai melantik Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Depok periode 2013-2018. Kiai kelahiran Cirebon ini mengatakan, untuk menjadi imam atau khotib, tidak boleh hanya bermodalkan penampilan yang cenderung menonjolkan ‘bungkus’, semisal jubah besar dan sorban mahal.

“Minimal, imam masjid, apalagi masjid sebesar ini (Kubah Mas-red), harus paham Tafsir Jalalain. Untuk hadisnya, Bulughul Maram. Fiqihnya, Fathul Qarib. Aqidahnya, Fathul Majid. Akhlaqnya, Irsyadul Ibad atau Bidayatul Hidayah. Bukan hanya modal jenggot panjang dan jidat hitam,” selorohnya.

Celakanya, lanjut Said, banyak khotib kini tidak mengerti Islam, apalagi soal ilmu keislaman. Sehingga materi khotbahnya menjadi bias dan liar ke mana-mana. Kadang mereka melucu bahkan yang paling parah justru memprovokasi jamaah Jumat. “Nggak sah itu. Bikin jamaah ketawa dan emosi, nggak sah itu. Kecuali kalau mau di luar khotbah,” tegas Doktor lulusan Universitas Ummul Quro Mekah ini.

Said Aqil lalu memberi contoh, para khotib tersebut dalam khotbahnya mengatakan, mari kembali kepada Quran dan Hadis. Tidak usah taqlid kepada imam madzhab. “Saya tanya kepada sang khotib, hadis yang sampeyan pegang atau menjadi dasar pemikiran itu hadisnya siapa? Hadisnya Imam al-Bukhari, itu yang paling sahih, katanya. Benar, saya bilang. Tapi, Imam Bukhari (w. 255 H) itu muridnya Imam Syafi’i (w. 204 H),” papar Kiai Said.

Misalnya lagi, lanjutnya, sang khotib mengatakan bahwa dia memakai hadisnya Imam al-Turmudzi. Kita harus mengatakan Imam Turmudzi muridnya Imam Ishaq bin Rahawaih. Ishaq bin Rahawaih murid Imam Syafi’i. Hal yang sama jika hadis yang dijadikan rujukan adalah hadisnya Imam Abu Daud yang memiliki kitab hadis Sunan Abu Daud berikut syarahnya sebanyak 20 jilid.

“Tapi kita musti tahu kalau Imam Abu Daud itu muridnya Imam Ali bin Hasan. Lalu, Ali bin Hasan muridnya Imam Syafi’i. Nah, jelas semua kan?! Ya, maklum saja, lulusan pesantren kilat dua minggu langsung khotbah ya begitu itu,” seloroh Kiai Said yang langsung disambut aplaus panjang hadirin.

Kesimpulannya, tambah Kang Said, para imam ahli hadis tersebut baik langsung maupun  tidak langsung ber-taqlid kepada Imam Syafi’i yang menjadi imam salah satu empat madzhab yang terkenal itu. “Jadi, mereka semua itu bermadzhab Syafi’i,” pungkasnya. (Musthofa Asrori/Mukafi Niam) 


Terkait