Semarang, NU Online
Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang menggelar ujian terbuka atau promosi doktor atas nama Jamal Ma’mur di kampus setempat, , Sabtu (28/6). Jamal mempresentasikan hasil penelitian disertasinya yang berjudul “Dinamika Pemikiran Gender dalam Nahdlatul Ulama (Studi Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-28 [1989] sampai muktamar Nahdlatul Ulama ke-32 [2010])”.
<>
Ia mendapatkan nilai 3,6 alias cumlaude. Pada ujian kali ini Prof. Dr. Muhibbin, M. Ag berkesempatan menjadi ketua sidang ditemani enam penguji yang lainnya.
Jamal yang aktif di Pengurus Wilayah Rabithah Ma’ahid Islamiyyah NU Jawa Tengah sebagai anggota kajian, pendidikan dan pelatihan menyatakan, NU mempunyai peran penting dalam internalisasi pemikiran gender di tengah masyarakat.
Menurutnya, gender adalah persoalan sosial yang sangat penting karena berkaitan dengan masa depan perempuan di seluruh dunia. Gender adalah konstruksi tentang sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan dalam konteks sosial budaya. Maka disertasi itu hadir salah satunya untuk menjawab pertanyaan sekitar gender yang selama ini terkesan timpang.
Dalam ujian terbuka, salah satu penguji, Prof. Dr. Ibnu Hadjar, menanyakan seputar kesetaraan gender tentang kepemimpinan perempuan. NU, lanjutnya, telah memperbolehkan negara dipimpin Megawati. Namun, apakah mungkin NU dipimpin seorang perempuan?
Jamal menimpali bahwa NU memberikan kesempatan besar kepada perempuan untuk memimpin NU. Namun, butuh proses dan waktu yang lama.
Masih menurut Jamal, NU mulai mengenal isu gender pada tahun 1990. Jadi belum begitu lama NU mendalami tentang gender. Di antara hal yang disoroti Jamal dalam penelitiannya ini antara lain ada lima, yaitu nikah beda agama, perempuan boleh bekerja malam, nikah mut’ah, isu perdagangan manusia (trafficiking), kepemimpinan perempuan, dan khitan perempuan.
Sedikit berbeda, Dr. H. M. Nafis melontarkan pertanyaan tentang bagaimana dengan posisi perempuan dalam tubuh struktural NU. “Masih belum menjadi orang inti,” terang Jamal.
Jamal yang juga dosen di Sekolah Tinggi Mathaliul Falah ini juga menyebutkan nama-nama aktivis baik dari struktural maupun kultural yang lantang menyuarakan gender, seperti KH. Husein Muhammad, Prof Dr Siti Musdah Mulia, Alai Najib, dan lain-lainnya.
Selain itu, Jamal memberikan saran dalam ringkasan disertasinya untuk mendorong NU dengan rumusan mazhab manhajinya, tidak hanya pembatasan aplikasi kaidah ushul fiqh dan fiqh saja, tapi juga perlu perluasan dengan ijtihad langsung dari Al-Quran dan hadis yang dibingkai dengan maqasidus syariah.
Selain itu, dalam aplikasi madzhab manhaji, seyogianya dibuat buku panduan yang digunakan untuk sosialisasi ke seluruh wilayah Indonesia dalam bentuk pelatihan, baik teori maupun praktik, sehingga mażhab manhaji ini tidak menjadi produk yang hanya dikonsumsi oleh kalangan elite, tapi bisa membumi di seluruh jajaran pengurus NU, dari PBNU sampai Pengurus Ranting, bahkan juga penting disosialisasikan di pesantren sebagai basis pengkaderan NU. (Mukhamad Zulfa/Mahbib)