Suasana NU-PKI sudah Cair, Lakpesdam NU Blitar: Hati-hati Adu Domba
Ahad, 14 Agustus 2016 | 08:03 WIB
Lakpesdam NU Blitar mencatat upaya rekonsiliasi kultural terkait peristiwa 1965 yang dilakukan sejak tahun 2000 hingga kini. Rekonsiliasi ini dilatarbelakangi oleh betapa perlu membrikan pemahaman lebih kepada masyarakat terutama warga NU. Karena sejarah telah mencatat, selama ini yang mudah dibenturkan adalah kalangan warga NU dan PKI.
Demikian wacana yang berkembang di forum bedah buku Rekonsiliasi Kultural Tragedi 1965 di STIT Al-Muslihun, Kanigoro, Blitar, Sabtu (13/8).
Buku ini menjelaskan perjalanan panjang proses rekonsiliasi yang dilakukan Lakpesdam NU Blitar pada waktu itu.
Cerita ini masih terdengar jelas dari Sukiman, eks aktivis Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) bagaimana situasi dan kondisi yang terjadi pada waktu itu.
“Beberapa hasil dari rekonsiliasi kultural yang dilakukan pada waktu itu sudah bisa dilihat hingga saat ini. Di mana warga NU yang sering terjadi benturan dengan PKI dan menjadi semacam dendam mendalam sudah mulai mencair,” ungkap Muhammad Asrofi, salah satu penulis buku Rekonsiliasi Kultural Tragedi 1965 yang diinisiasi Lakpesdam NU Blitar.
Menurutnya, dulu sebelum dilaksanakan rekonsiliasi warga eks-PKI ketika melihat orang-orang NU terutama pemudanya ada suatu amarah yang terpendam. Begitu pula sebaliknya. “Tetapi sekarang setelah adanya rekonsiliasi semua itu sudah hilang dan bahkan sudah sering melaksanakan kegiatan bersama,” tambah Sukiman.
Banyak cara dilakukan untuk melakukan rekonsiliasi kultural, seperti dengan cara melebur dengan masyarakat luas dan mengadakan beberapa kegiatan. Bisa juga mengadakan pertunjukan seni kentrung, pipanisasi, dan memberikan bantuan kredit kepada kelompok masyarakat di sana.
“Alhamdulillah di tingkat bawah sudah tidak ada dendam. Ini yang harus kita jaga bersama-sama. Ini penting supaya di antara kita tidak diadu-adu lagi,” tandas Ketua Syarikat Indonesia Ahmad Murtajib. (Imam Kusnin Ahmad/Alhafiz K)