Kota Banjar, NU Online
Meskipun zaman terus berubah, namun pesantren bisa tetap bertahan. Ada sejumlah rahasia sehingga keberadaannya terus lestari hingga saat ini.
Hal tersebut disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, KH Munawir. “Ada tiga pilar pokok yang dimilki pesantren. Pertama, adalah shalat berjamaah, kedua yakni membaca al-Qur’an, dan ketiga yaitu rajin ngaji dan sekolah,” katanya, Selasa (26/2).
Di pesantren ini, para santri diwajibkan untuk melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah. “Karena itu di pesantren ini setiap pekan pasti khatam al-Quran lantaran setiap shalat mampu mengkhatamkan satu juz,” jelasnya.
Bagi kiai yang menghabiskan puluhan tahun dengan nyantri di berbagai pesantren di dalam dan luar negeri tersebut, shalat jamaah menjadi sarana untuk uswatun hasanah atau teladan baik. “Dalam artian sarana keteladanan kiai kepada para santri,” katanya.
Demikian pula Kiai Munawir mengemukakan bahwa untuk dapat menjawab tantangan zaman dengan dinamika yang melingkupi, maka harus terbuka dengan perubahan.
“Sama seperti yang dilakukan Nahdlatul Ulama yakni almuhafadhatu ala qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah,” urainya. Dengan demikian, pesantren akan mempertahankan budaya lokal, dan mengambil hal baru yang lebih baik dari perubahan yang ada, lanjutnya.
Ngaji kitab dan sekolah adalah ikhtiar bagi pesantren untuk bisa menerima perubahan dan perkembangan zaman. “Ngaji kitab itu adalah semangat mempertahankan budaya lama yang baik. Sedangkan sekolah sebagai sarana untuk adaptasi dengan perubahan zaman," katanya.
Baginya, dengan mempertahankan tiga pilar tersebut, maka keberadaan pesantren tidak akan terpengaruh dengan perkembangan zaman. “Kalau tiga pilar itu tetap dipertahankan, maka pengaruh zaman tidak akan berpengaruh bagi keberadaan pesantren,” tegasnya.
Apalagi hal tersebut juga dikuatkan dengan ketaatan santri kepada perintah kiai. “Selama santri sam’an wa thaatan kepada yang disampaikan kiai, saya tidak khawatir mereka akan terpengaruh dengan perubahan zaman,” tandasnya.
Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar menjadi tuan rumah diselenggarakannya Musyawarah Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama. Kegiatan berlangsung sejak 27 Februari hingga 1 Maret, dan dihadiri 660 peserta. Mereka terdiri dari Mustasyar, Syuriyah, A'wan, dan Tanfidziyah PBNU, juga lembaga dan badan otonom NU, serta Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama dari 34 provinsi.
Hadir pula kiai pesantren dan alim ulama undangan baik di dalam negeri maupun luar negeri serta ribuan nahdliyin dan nahdliyat Jawa Barat dan Jawa Tengah. (Ibnu Nawawi)