Internasional

Agresif, ARSA Desak Myanmar Libatkan Rohingya dalam Pembuatan Kebijakan

Ahad, 7 Januari 2018 | 09:30 WIB

Agresif, ARSA Desak Myanmar Libatkan Rohingya dalam Pembuatan Kebijakan

Ilustrasi (© Reuters)

Yangon, NU Online
Gerilyawan Muslim Rohingya mengaku tidak punya pilihan lain kecuali melawan apa yang mereka sebut sebagai terorisme yang disponsori oleh negara Myanmar. Hal itu dilakukan untuk membela komunitas Rohingya dan mendesak agar mereka dilibatkan dalam semua keputusan yang mempengaruhi masa depan Rohingya.

Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) melancarkan serangan terhadap pasukan keamanan Myanmar pada 25 Agustus, yang memicu operasi kontra-pemberontakan di wilayah utara Rakhine. Operasi bersenjata yang diwarnai aksi pembunuhan, pembakaran desa-desa, kekerasan seksual, dan lainnya itu memaksa terjadinya eksodus sekitar 650.000 etnis Rohingya ke Bangladesh.

(Baca: Muslim Rohingya di Mata Komandan Militer Myanmar)
Selanjutnya PBB mengutuk langkah militer Myanmar dan menyebut tindakan tersebut sebagai upaya pemusnahan etnis.

Tapi sejak serangan Agustus itu, kelompok pemberontak kecil tersebut telah meluncurkan beberapa serangan hingga Jumat kemarin. Aksi yang dilakukan baru-baru ini adalah penyerangan terhadap sebuah truk militer Myanmar yang melukai beberapa anggota pasukan keamanan.

"ARSA tak memiliki pilihan selain memerangi 'terorisme yang disponsori oleh Burma (Myanmar)' terhadap populasi Rohingya, untuk tujuan membela, menyelamatkan dan melindungi komunitas Rohingya," kata ARSA dalam sebuah pernyataan yang ditandatangani oleh pemimpin mereka, Ata Ullah dan diunggah di Twitter, Ahad.

"Rakyat Rohingya harus diajak berkonsultasi dalam semua pengambilan keputusan yang mempengaruhi kebutuhan kemanusiaan dan masa depan politik mereka," lanjutnya sebagimana dikutip Reuters.

ARSA mengaku bertanggung jawab atas penyergapan pada Jumat itu namun tidak memberikan rincian perihal bentrokan tersebut.

(Baca juga: Lima Fakta yang Harus Diketahui di Balik Tragedi Rohingya)
Pemerintah Myanmar menolak segera berkomentar dengan mengatakan bahwa pihanya belum membaca pernyataan tersebut. Hal yang sama juga dilakukan militer setempat. Mereka hingga kini belum berkomentar mengenai situasi keamanan di utara Negara Bagian Rakhine. (Red: Mahbib)



Terkait