100 Pasangan Nikah Massal di Istiqlal Dapat Modal Usaha hingga Hotel Bulan Madu
Sabtu, 28 Juni 2025 | 14:31 WIB

Prosesi akad nikah massal yang berlangsung di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat pada Sabtu (28/6/2025). (Suwitno/NU Online)
Jakarta, NU Online
Suasana Masjid Istiqlal Jakarta berubah menjadi lautan haru dan harapan saat 100 pasangan sah secara hukum dan agama dalam gelaran "Nikah Massal: Cinta dalam Ridha ilahi" yang difasilitasi oleh Kementerian Agama RI dalam rangkaian acara Peaceful Muharam 1447 H.
Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa program nikah massal ini bukan semata seremoni, tapi bagian dari strategi nasional dalam memperkuat ketahanan keluarga, memberantas praktik nikah siri, dan menekan biaya pernikahan yang selama ini menjadi beban masyarakat.
“Kalau 100 pasang menikah secara mandiri dengan biaya rata-rata lima juta rupiah, itu sudah 500 juta. Tapi hari ini semua gratis: mulai dari penghulu, saksi, akta nikah resmi lengkap dengan chip, hingga make up dan hotel malam pertama,” ujar Menag pada Konferensi Pers di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat pada Sabtu (28/6/2025).
Setiap pasangan mendapatkan berbagai bentuk dukungan: akta nikah resmi, modal usaha, hingga hotel bulan madu. Mereka juga menerima bantuan modal usaha sebesar Rp2,5 juta, yang akan didampingi dan dipantau langsung oleh BAZNAS.
"Kalau nanti produktif, bahkan bisa dapat tambahan. Ini bukan hanya menghalalkan hubungan, tapi juga memberdayakan ekonomi keluarga," tambahnya.
Menurut Menag Nasaruddin program ini sekaligus menjadi solusi atas fenomena nikah siri yang marak di masyarakat. Banyak pasangan hidup bertahun-tahun tanpa akta nikah, hingga berdampak pada status anak, hak waris, hingga pelayanan publik.
“Kalau tidak punya akta nikah, susah bikin akta lahir anak. Tanpa akta lahir, tidak bisa masuk kartu keluarga. Tanpa KK, tidak dapat KTP. Tanpa KTP, tidak bisa buat paspor. Artinya, hak-hak dasar rakyat hilang hanya karena tidak tercatat,” terang Menag.
Kementerian Agama tak hanya berencana memperluas program ini ke seluruh provinsi dan kabupaten, tapi juga membuka layanan nikah massal di luar negeri, khususnya untuk WNI yang bekerja di Malaysia, Hong Kong, Taiwan, hingga negara-negara Timur Tengah.
“Di luar negeri, tidak semua orang punya wali. Maka kami siapkan perwakilan KUA yang resmi sebagai wali hakim. Semua harus sah secara agama dan hukum,” tegasnya.
Menag juga menyoroti penurunan minat menikah di kalangan milenial dan meningkatnya gaya hidup kumpul kebo akibat beban budaya dan biaya pernikahan. Ia mengajak semua pihak untuk mengembalikan semangat berkeluarga dalam bingkai agama dan kebangsaan.
“Negara ini negara Pancasila, tidak boleh ikut-ikutan gaya barat. Kumpul kebo, nikah kontrak, hidup tanpa ikatan—itu bertentangan dengan nilai-nilai kita. Pernikahan yang legal, sakral, dan tercatat itu bagian dari syariat,” serunya.
Ia juga menyebutkan bahwa pasangan-pasangan difabel pun tidak luput mendapat perhatian khusus dalam program ini.
“Kami fasilitasi semua kebutuhan. Perkawinan adalah hak setiap warga negara, termasuk yang berkebutuhan khusus,” tegas Menag.
Prosesi akad dilakukan secara khidmat di Masjid Istiqlal dan disaksikan langsung oleh para tokoh agama dan pemuka masyarakat. Menurut Menag Nassar acara ini tak hanya legal secara administrasi, acara ini juga penuh makna spiritual.
“Nikah massal ini dilangsungkan di tempat yang sakral, didoakan ulama, dan pada bulan yang mulia. Ini pernikahan penuh berkah,” ujar Menag.
Menag juga mengajak umat lintas agama untuk menyelenggarakan hal serupa, sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
"Kami juga mendorong direktorat Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu untuk memfasilitasi pernikahan umatnya secara mudah dan bermartabat," jelasnya.
Melalui program ini, Kementerian Agama berharap semakin banyak keluarga Indonesia yang memulai rumah tangga dengan pondasi yang sah, sehat, dan diberkahi—baik oleh agama, negara, maupun masyarakat.
“Ini bukan sekadar nikah massal. Ini adalah wujud kecerdasan negara dalam memuliakan rakyatnya,” pungkas Menag Nassar.