Nasional

Cara Pesantren Temukan Tahrif pada Isi Kitab Kuning

Jumat, 18 Agustus 2017 | 08:33 WIB

Jakarta, NU Online
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama H. Ahmad Jayadi mengatakan, pola pemikiran kitab kuning yang diajarkan di pesantren, terutama di Indonesia, berbeda dengan kajian yang dilakukan di Mesir.

Demikian disampaikan Ahmad Jayadi pada acara Ngobrol Tempo di Al Jazeera Signature, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (16 /8).

Menurutnya, kalau di Indonesia, kajian kitab kuning yang dikembangkan di pesantren lebih didominasi oleh pola pemikiran ahli hadist, yang cenderung dalam memandang dan menyelesaikan persoalan dengan lebih memperhatikan pada teks dhohir naskah yang kemudian dikenal dengan tradisi ngapsahi. Hal itu mempunyai banyak keunggulan.

"Maka ketika ada keganjilan, itu langsung ketemu karena kitab-kitab kuning yang diajarkan di kita itu rata-rata terbit sebelum tahrif (penyelewengan) ini muncul," katanya.

Persoalan tahrif itu menjadi penting, sehingga dalam beberapa tahun terakhir,  Kementerian Agama meminta kepada ulama untuk melakukan kajian. Dari upaya tersebut, setidaknya terdapat 65 kitab kuning yang sudah ditemukan ada tahrif di dalamnya.

"Betapa kemudian soal tahrif ini sesuatu yang nyata, yang hari ini kita merasakan dampak dari keberanian mereka (pihak yang menyelewengkan) melakukan pemutarbalikan (isi) kitab kuning," katanya prihatin.

Jadi, katanya, dominasi kajian kitab kuning dengan versi ahli hadist itu  bisa menjadi cara untuk mendapatkan dan menemukan keganjilan-keganjilan yang ada di dalam kitab kuning.

"Jadi, cara-cara ngapsahi itu luar biasa, utawi-utawi itu, untuk mengidentifikasi aspek-aspek semacam ini," katanya.

Pada acara yang bertemakan Fenomena Pemutarbalikan Isi dan Makna Kitab Kuning ini turut menghadirkan dua pembicara lain, yakni ketua ICRP Ulil Abshar Abdallla, dan Penulis Buku Tahriful Kutub Marhadi Idahram. (Husni Sahal/Alhafiz K)


Terkait