Nasional

Fenomena Kabur Aja Dulu hingga Bendera One Piece, Puan Maharani: Suara Rakyat dengan Bahasa Zaman Mereka

Jumat, 15 Agustus 2025 | 10:45 WIB

Fenomena Kabur Aja Dulu hingga Bendera One Piece, Puan Maharani: Suara Rakyat dengan Bahasa Zaman Mereka

Ketua DPR RI Puan Maharani. (Foto: tangkapan layar kanal Youtube Setpres)

Jakarta, NU Online

Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti kritik rakyat hadir dalam berbagai bentuk kreatif dan memanfaatkan kemajuan teknologi Khususnya media sosial. Ia mencontohkan fenomena seperti #KaburAjaDulu, sindiran tajam #IndonesiaGelap, lelucon politik #NegaraKonoha, hingga simbol bendera one piece.


"Fenomena ini menunjukkan bahwa aspirasi dan keresahan rakyat kini disampaikan dengan zaman mereka sendiri," kata Puan dalam Sidang Tahunan MPR 2025 dan Sidang Bersama DPR dan DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).


Bagi Puan, suara rakyat tersebut bukan sekadar kata atau gambar. Ada pesan keresahan dan harapan.


"Yang dituntut dari kita semua adalah kebijaksanaan  untuk tidak hanya mendengar tetapi memahami. Merespon dengan hati yang jernih dan pikiran yang terbuka," ujarnya.


Puan berharap apapun bentuk kritikan dari rakyat tidak boleh menjadi bara yang membakar persaudaraan.


"Kritik tidak boleh menjadi api yang membelah pecah bangsa sebaliknya kritik harus jadi cahaya," ujarnya.


Menurutnya, kritik sebagai sarana untuk menyadarkan penguasa untuk memperbaiki kebijakan menuntut tanggung jawab.


"Kritik bukan alat memicu kekerasan, kebencian, menghancurkan etika dan moral apalagi kemanusiaan," jelasnya.


Puan menekankan pentingnya membangun demokrasi yang hidup dan memberi ruang setara bagi seluruh warga negara.


Ia menyinggung, demokrasi dalam pemilu selain ditentukan oleh garis tangan juga sering dipengaruhi campur tangan dan buah tangan. 


"Inilah kritik sekaligus autokritik demokrasi dalam pemilu kita," kata Puan.


Puan mengajak memperbaiki dan menyempurnakan demokrasi sebab demokrasi yang dicita-citakan bangsa bukan demokrasi campur tangan dan buah tangan tetapi yang setara bagi semua Warga Negara.


"Marilah kita bangun demokrasi yang menghidupkan harapan rakyat," ajaknya.


Menurut Puan, demokrasi yang tidak hanya berhenti di bilik suara tetapi tumbuh di ruang dialog, dapur rakyat, di balai desa hingga gedung parlemen. Agar setiap keputusan lahir dari kesadaran bersama bukan kesepakatan dari segelintir elite.


"Dalam demokrasi rakyat harus diberikan ruang yang sama untuk berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat dan menyampaikan kritik," imbuhnya.