Risalah Redaksi

Kasus Wadas: Pentingnya Mengedepankan Pembangunan yang Manusiawi

Ahad, 13 Februari 2022 | 19:00 WIB

Kasus Wadas: Pentingnya Mengedepankan Pembangunan yang Manusiawi

Pendekatan saling menguntungkan (win-win solution) dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan mesti menjadi prinsip bersama dalam proses pembangunan.

Kekerasan di Desa Wadas Purworejo yang terjadi setelah polisi melakukan penangkapan pada orang-orang yang kontra penambangan batu andesit menjadi keprihatinan bersama. Rencananya batu tersebut digunakan untuk bahan pembuatan waduk Bener yang akan dimanfaatkan untuk persediaan air bersih, irigasi pertanian, tenaga listrik, hingga pencegahan banjir. Kekerasan, tentu tidak dapat dibenarkan sekalipun dengan alasan pembangunan. Kejadian tersebut harus diusut sampai tuntas.

 

Kasus Wadas ini mengingatkan kembali pola-pola pembangunan yang dilakukan rezim Orde Baru yang melakukan pemaksaan, intimidasi, penangkapan, dan cara-cara kekerasan lainnya supaya masyarakat patuh. Atas nama kepentingan pembangunan tanah rakyat dibeli dengan harga sangat murah. Ada kelompok masyarakat yang dengan mudah menyerah kepada tuntutan pemerintah tetapi ada yang melakukan perlawanan dengan sengit. Di Jawa Tengah, pembangunan waduk Kedung Ombo menyimpan cerita kelam yang masih diingat sampai sekarang.

 

Semasa Orde Baru, konflik yang terjadi adalah antara pemerintah dan masyarakat yang dipaksa tunduk pada kekuasaan. Memasuki masa Reformasi, maka konflik yang kerap terjadi adalah antara sesama anggota masyarakat. Dalam kasus yang terjadi di Wadas, konflik ini menjadi rumit karena sesama warga terjadi pro dan kontra, lalu ditambah dengan kekerasan yang dilakukan oleh aparat. Masyarakat desa yang dulu hidup guyub rukun kini menjadi renggang karena perbedaan pandangan. Mereka yang kontra semakin tertekan.

 

Usai kekuasaan Orde Baru runtuh, masa-masa kelam ketika negara dengan mudah melakukan pemaksaan telah berakhir. Rakyat memiliki posisi kuat atas hak tanahnya. Namun sayangnya, hal baik tersebut dimanfaatkan oleh segelintir orang yang ingin mengambil keuntungan besar dari proyek-proyek negara. Sejumlah pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, pelabuhan, jembatan, dan lainnya mengalami hambatan ketika ada orang tertentu yang meminta harga sangat tinggi dari tanah yang dimiliki. Banyak spekulan yang tahu rencana pembangunan membeli terlebih dahulu tanah warga dengan harga murah, kemudian dijual dengan harga tinggi ke pemerintah. Banyak proyek pembangunan mangkrak karena tidak ada titik temu soal harga tanah.

 

Pemerintah kemudian menerbitkan UU No 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Termasuk turunannya adalah Perpres Nomor 66 Tahun 2020. Peraturan tersebut mengatasi berbagai hambatan yang terjadi soal pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Waduk Bener merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional. Urusan tanah untuk waduk sudah selesai, namun masih menjadi perdebatan, apakah pengadaan tanah di Desa Wadas masuk kategori kepentingan umum. Apakah kebutuhan batu andesit harus diambil dari desa tersebut atau bisa dari tempat lainnya.  

 

Pendekatan saling menguntungkan (win-win solution) dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan mesti menjadi prinsip bersama dalam proses pembangunan. Jangan sampai rakyat menjadi korban atas nama pembangunan. Jangan sampai terjadi pula, atas nama hak pribadi, mengabaikan kepentingan umum. Mencari titik temu antarberbagai kepentingan tersebut tidaklah mudah. Jika tak sabar, pemerintah cenderung menggunakan pendekatan kekuasaan.

 

Selain ketentuan ganti untung, penting diperhatikan adanya pendampingan sosial dan pemberian pemahaman pengelolaan keuangan yang baik. Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur sempat viral sebagai kampung miliarder setelah tanahnya dibeli oleh PT Pertamina dengan harga mahal. Mereka kemudian memborong mobil dan memperbaiki rumah. Namun, belum berselang lama, muncul keluhan dari sejumlah petani warga desa yang kini tidak punya penghasilan lagi karena lahannya sudah terjual sementara uangnya sudah habis.

 

Dari aspek sosial, sangat wajar jika ada sejumlah kekhawatiran dari masyarakat akan dampak yang mereka terima. Soal kelanjutan kehidupan di desa yang telah mereka diami, bahkan mungkin sejak mereka dilahirkan dengan segala kenangan emosionalnya. Soal kekhawatiran jika tidak punya penghasilan lagi jika tanah terlanjur dijual, soal lingkungan yang rusak, dan hal-hal lain yang menjadi perhatian warga terdampak.

 

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mengeluarkan lima pernyataan sikap terkait dengan kasus yang terjadi di Wadas. Poin pertama terkait dengan pentingnya pendekatan dialog yang humanis dengan mengedepankan prinsip musyawarah (syura’) dan menghindarkan cara-cara kekerasan. Kedua, upaya mengedepankan semangat persaudaraan dan kemanusiaan dalam menyelesaikan segala permasalahan. Ketiga, meyakinkan pentingnya proyek strategis nasional dan kemaslahatannya bagi masyarakat umum, serta memastikan tidak adanya potensi kerusakan.

 

Pada poin keempat, PBNU meminta PCNU Kabupaten Purworejo agar melakukan langkah-langkah yang diperlukan dan mengajak warga NU Wadas untuk menahan diri dan lebih mendekatkan diri kepada Allah, dan poin kelima, PBNU akan senantiasa memantau perkembangan situasi dan mendampingi warga di Desa Wadas untuk memastikan tidak terjadinya perampasan hak-hak masyarakat dan terpenuhinya keadilan bagi masyarakat.

 

Yang menjadi tugas bersama saat ini adalah bagaimana merukunkan kembali masyarakat Desa Wadas yang hubungannya renggang akibat perbedaan pendapat. Lalu bagaimana menumbuhkan kepercayaan kepada pihak yang kontra, bahwa penyelesaian masalah ini akan menggunakan pendekatan dialogis karena tanpa adanya kepercayaan, sulit membangun dialog yang baik. Jika ada dialog yang baik, akan ditemukan solusi bersama yang menguntungkan semua pihak.

 

Kasus di Wadas penting untuk menjadi pelajaran bersama terkait program pembangunan yang melibatkan masyarakat banyak. Pendekatan yang mengedepankan kemanusiaan dan saling menguntungkan telah berhasil diterapkan di banyak tempat lain dalam program pembangunan. Masing-masing tempat tentu memiliki kompleksitasnya sendiri, namun dengan metode yang tepat, hal tersebut berhasil. (Achmad Mukafi Niam)