Nasional

Pemerintah Ganti UN dengan TKA, Begini Kata Akademisi

Rabu, 27 Agustus 2025 | 17:00 WIB

Pemerintah Ganti UN dengan TKA, Begini Kata Akademisi

Ilustrasi belajar mengajar. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan memberlakukan Tes Kemampuan Akademik (TKA) bagi siswa-siswi SD hingga SMA atau sederajat. Tes ini nantinya digunakan sebagai pengganti Ujian Nasional (UN).


Dosen Filsafat Ilmu Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Zainal Arifin Ahmad menyoroti bahwa TKA tidak jauh berbeda dengan UN dan lebih berorientasi pada aspek akademik. Padahal, peserta didik memiliki aspek multidimensi untuk dinilai.


"Secara pribadi saya khawatir hanya ganti istilah. Substansi dan filosofinya tidak berubah, yakni hanya mengukur potensi dimensi akademik dan berdampak pada hilangnya peran dan fungsi utama pendidikan yakni pembebasan," jelasnya kepada NU Online pada Selasa (26/8/2025).


Ia menambahkan bahwa substansi TKA dan UN berdasarkan Permendikdasmen No. 9 Tahun 2025 tentang TKA dan Permendikbud No. 43 Tahun 2019 tentang UN tidak jauh berbeda.

 

Keduanya lebih berorientasi pada pengukuran kemampuan akademik. Perbedaannya, UN wajib diselenggarakan oleh satuan pendidikan dan sebagai syarat kelulusan, sedangkan TKA tidak. TKA akan dimulai secara nasional untuk jenjang SMA sederajat pada bulan November 2025.


Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan ulang TKA sebagai sistem evaluasi karena akan berdampak bagi pihak yang berkepentingan, seperti lembaga pendidikan, murid, orang tua dan masyarakat.


Menurutnya, hal ini akan memicu guru dan kepala sekolah untuk berfokus pada pengembangan potensi akademik peserta didik dan mengabaikan dimensi lain seperti fisik, emosi, sosial serta spiritual.


"Dengan demikian menurut saya, TKA dan UN secara esensial tidak berbeda walaupun menggunakan istilah yang berbeda," ujarnya.

 

TKA Harus Inklusif terhadap Siswa

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Achmad Zuhri mengatakan bahwa TKA memiliki perbedaan sekaligus persamaan dengan UN.


"TKA memang cenderung berbeda dengan UN, meskipun secara prinsip ada kesamaan, yaitu pengujian hasil akademik siswa dalam bentuk tes," tuturnya diwawancarai Sabtu lalu.


Ia menambahkan bahwa pemerintah harus memerhatikan prinsip inklusivitas dalam skema penyelenggaraan tes tersebut untuk memenuhi rasa keadilan seluruh pelajar Indonesia. Menurutnya, pemerintah perlu memperhatikan sistem evaluasi yang holistik dari sistem rapor hingga akhir masa pendidikan.


"Sistem evaluasi dan penilaian itu mestinya sudah bisa digunakan sebagai indikator capaian prestasi akademik siswa," ujar Zuhri.


Selain itu, kata Zuhri, pemerintah juga harus memperhatikan mutu sekolah dan guru agar seimbang dalam peningkatan kapasitas siswa yang berfokus pada Higher Order Thinking Skills (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi.


"Perlu diingat sebagus apapun sistemnya jika masih lemah dalam pengawasan tentu akan sia-sia," jelasnya.


Ia menilai, saat ini pemerintah masih setengah hati antara meniadakan UN atau mengembalikannya. Ini terbukti lewat diterapkannya TKA sebagai evaluasi akhir masa pembelajaran tiap jenjang pendidikan. 


Ia juga menganggap, TKA ini belum matang dalam perencanaan dan implementasinya. Hal ini memicu kebingungan di masyarakat khususnya pada tahap implementasinya. 


"Apakah TKA ini diperuntukkan untuk asesmen ke jenjang yang lebih tinggi dari SMA ke PT atau seperti apa. Di dalam negeri skemanya tidak bisa serta-merta saja pakai hasil TKA," paparnya.