Nasional

PP IPNU: Kasus Gloria Bukan Kesalahan, Berbeda dari Arcandra

Selasa, 16 Agustus 2016 | 11:01 WIB

PP IPNU: Kasus Gloria Bukan Kesalahan, Berbeda dari Arcandra

Foto: Gloria Natapradja (detik.com)

Jakarta, NU Online
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) mengharapkan masih terbuka ruang bagi Gloria Natapradja untuk menjadi anggota Paskibraka esok hari. Menurut PP IPNU, Gloria yang saat ini masih berusia 16 tahun dan bertempat tinggal di Indonesia, serta salah satu orang tuanya adalah warga negara Indonesia, secara tersirat hukum di Indonesia memungkinkan untuk memiliki dua kewarganegaraan hingga usianya 18 tahun

“Hal ini didasarkan pada telaah hukum yang kami lakukan,” kata Aris Sofyan, salah satu pengurus PP IPNU, memaparkan pandangan organisasinya di kantor Redaksi NU Online, Jakarta, Selasa (16/8).

Pendapat tersebut merujuk ke UU Nomor 12 Tahun 2006 Pasal 4 Huruf d, dan UU Nomor 12 Tahun 2006 Pasal 21 Ayat 1 dimana secara otomatis dia adalah warga negara Indonesia yang harus dilindungi hak-hak konstitusionalnya oleh hukum dan UUD yang berlaku di Indonesia. Terlepas dari orang tuanya mendaftarkan Gloria sebagai warga negara Indonesia atau tidak, status WNI melekat pada diri Gloria sejak ia lahir.

Menurut PP IPNU, Gloria baru dikenakan kewajiban untuk menentukan kewarganegaraannya ketika dia telah dewasa yang dalam undang undang kita hal tersebut baru berlaku ketika seseorang sudah berumur 18 tahun atau sudah menikah.

“Memang ada pasal yang bertentangan, yakni perihal gugurnya status WNI jika memiliki status warga negara lain. Namun menurut kami, hal tersebut baru dapat diterapkan kepada Gloria nanti pada saat ia sudah dewasa,” ujarnya.

Jika yang dipermasalahkan adalah Gloria yang baru sekarang didaftarkan sebagai WNI, padahal toleransinya hingga umur 4 tahun maka menurut PP IPPNU yang teledor adalah orang tuanya, dan jika dikaitkan dengan UU Nomor 12 Tahun 2006 Pasal 4 Huruf d, hal tersebut tidak serta merta menghilangkan status ke-WNI-an Gloria.

“Inilah luar biasanya undang-undang kita, dimana hak kewarganegaraan tetap disematkan pada putra putri terbaik bangsa ini. Mereka diberikan masa yang cukup untuk belajar dan mencintai Indonesia. Sehingga pada akhirnya nanti mereka memiliki referensi yang cukup untuk memilih untuk menjadi warga negara Indonesia atau warga negara lain. Jikapun mereka memilih untuk menjadi warga negara lain karena sesuatu hal, kami yakin mereka akan tetap mencintai negara ini,” tambah Aris.

Polemik yang dialami Gloria bukanlah suatu kesalahan yang membahayakan kedaulatan negara, melainkan atas asas pantas atau tidak pantas. Hal ini berbeda dengan kasus Menteri ESDM Arcandra Tahar. Pada kasus Menteri ESDM, kita melihat adanya ancaman kedaulatan negara terlebih perihal energi dan sumber daya, undang-undang keimigrasian yang dilanggar, dan pengelolaan administratifnya.

Banyak celah hukum negeri ini yang harus ditata dan diperbaiki bersama. Pimpinan Pusat IPNU dengan ini mengajak seluruh elemen untuk sekiranya tidak saling menghujat satu sama lain.

“Dengan semangat kemerdekaan tentunya kita harus belajar pada sejarah. Negeri ini bisa merdeka bukan karena jasa para penghujat dan saling menyalahkan. Negeri ini bisa merdeka karena semagat persatuan dan saling bekerjasama. Jika ada yang yang salah, mari kita benarkan bersama. Jika ada yang kurang, mari kita tambahi bersama. Kedepan, perbaikan administratif mutlak harus dilakukan agar hal serupa tidak terjadi lagi,” katanya. (Mahbib)


Terkait