Banda Aceh, NU Online
Para srikandi pejuang dalam sejarah Aceh tentu pertama ingatan masyarakat tertuju kepada Cut Nyak Dien dan Cut Meutia. Namun, jauh sebelum perlawanan yang dilakukan oleh Cut Nyak Dien dan Cut Meutia, ada salah seorang Ratu Aceh yang patut menjadi perhatian dalam penggalian sejarah Indonesia, khususnya zaman kerajaan Islam di Aceh.
Sulthanah Shafiatuddin merupakan perempuan yang memimpin Kerajaan Islam Aceh Darussalam setelah sang suami, Sultan Iskandar Tsani meninggal dunia. Kiprahnya diakui masyarakat mampu mengemban tugas-tugas kerajaan sehingga ia dinobatkan sebagai simbol kehebatan perempuan Aceh.
Atas kiprahnya tersebut, Sulthanah Shafiatuddin diabadikan menjadi nama Taman di Banda Aceh, Taman Sulthana Shafiatuddin yang saat ini menjadi tempat utama perhelatan Pekan Keterampilan dan Seni Pendidikan Islam (Pekan PAI) VIII.
“Taman Sulthanah Shafiatuddin adalah TMII (Taman Mini Indonesia Indah)-nya masyarakat Aceh,” ujar Surya, Kepala Seksi (Kasi) Taman Ratu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh periode 2011-2016, Senin (9/10) yang saat ini menjadi Koordinator Tempat Pentas PAI 2017.
Perkembangan Islam dan kebudayaan yang pesat di era pemerintahan Sulthanah Shafiatuddin (1641-1675) menurut Surya menjadi alasan utama mengabadikan Sulthanah menjadi nama taman kebudayaan di Aceh ini.
“Setiap lima tahun sekali, di taman ini diadakan Pekan Kebudayaan Aceh dengan menampilkan beragam seni, budaya, kuliner dari 23 kabupaten dan kota di Aceh,” ujar kakek kelahiran Banda Aceh 59 tahun yang lalu ini.
Ikon rumah adat dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh terdapat di taman yang dibangun di atas lahan 8 hektar ini. Alasan mendasar dibangunnya taman budaya ini agar masyarakat Aceh termotivasi untuk merawat dan menjaga seni dan budayanya.
Alasan ini pula yang menjadi perhatian besar Kementerian Agama untuk memilih tempat di Taman Sulthanah Shafiatuddin karena tema besar Pentas PAI VIII tahun 2017 ini adalah Merawat Keberagaman, Memantapkan Keberagamaan.
Sosok Sulthanah Shafiatuddin
Shafiatuddin Syah lahir 1612. Ia mempunyai nama asli Putri Syah Alam anak tertua Sultan Iskandar Muda, Raja di Kerajaan Aceh Darussalam. Setelah dewasa, ia dinikahkan dengan Sultan Iskandar Tsani, Putera Sultan Pahang yang dibawa ke Aceh setelah dikalahkan Sultan Iskandar Muda.
Setelah ayahnya wafat, tahta kerajaan diserahkan ke Sultan Iskandar Tsani. Namun setelah sang suami wafat ketika itu sangat sulit mencari sosok pengganti laki-laki yang masih memiliki ikatan keluarga, sehingga Shafiatuddin Syah pun maju untuk dijadikan ratu atau sulthanah.
Di tangan Sulthanah Shafiatuddin, Kerajaan Aceh Darussalam mengalami perkembangan pesat di antaranya berhasilnya dakwah Islam dan budaya membaca masyarakat.
Pada masa kepemimpinan Sulthanah Shafiatuddin, perkembangan sastra sangat pesat. Hal ini tidak lain karena sang ratu merupakan sosok yang cinta terhadap bacaan. Shafiatuddin mengarang banyak sajak dan cerita-cerita pendek.
Tidak hanya sebatas rasa suka saja, wujud nyata yang telah dilakukan oleh Sultanah Shafiatuddin untuk mencerdaskan rakyatnya ketika itu adalah mendirikan perpustakaan.
Diakui masyarakat Aceh, tak banyak pemimpin yang perhatian dengan upaya-upaya pencerdasan semacam ini, namun Sulthanah Shafiatuddin melakukannya dengan baik.
Meski belum banyak literatur sejarah tentangnya, Sulthanah Shafiatuddin mampu merobohkan tembok kokoh terkait persepsi dan peran perempuan di kancah pemerintahan kerajaan. Shafiatuddin membangkitkan semangat perempuan untuk maju di segala bidang, termasuk menjadi pemimpin. (Fathoni)