Nasional

Tanpa Klausul Tunjangan Guru di RUU Sisdiknas, Komersialisasi Pendidikan Dikhawatirkan Marak

Kam, 8 September 2022 | 15:00 WIB

Tanpa Klausul Tunjangan Guru di RUU Sisdiknas, Komersialisasi Pendidikan Dikhawatirkan Marak

RUU Sisdiknas tanpa klausul tunjangan guru dikhawatirkan melahirkan komersialisasi pendidikan

Jakarta, NU Online

Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tidak mencantumkan klausul tunjangan bagi guru atau dosen yang belum tersertifikasi. Hal ini dikhawatirkan dapat menumbuhkan komersialisasi Pendidikan, bahkan bisa berujung pada liberalisasi pendidikan dalam arti pendanaan.


“Ini nantinya akan dijadikan bisnis yang bisa menjadi komersialisasi pendidikan, hingga liberalisasi pendidikan bahkan, dalam konteks pendanaan,” katan KH Fahad A Sadat, Ketua Bidang Pendidikan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Pondok Buntet Pesantren Cirebon, Jawa Barat, kepada NU Online pada Rabu (7/9/2022).

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Pasalnya, dalam penjelasan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), guru tidak perlu lagi sertfikasi ke depan untuk mendapatkan kesejahteraan yang layak sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.


Namun, Kiai Fahad mempertanyakan sumber pendanaan pengupahan atau penghasilan sebagaimana termaktub dalam RUU Sisdiknas tersebut. “Yang akan mengupah siapa? Apakah negara yang mengupah?” katanya mempertanyakan.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Jika yang mengupah adalah penyelenggara pendidikan, dalam konteks swasta adalah yayasan, ia tegas mengatakan bahwa hal itu tidak akan terwujud. Sebab, tidak semua yayasan memiliki kemampuan untuk memberikan penghasilan sesuai dengan UMR misalnya.


Jika tidak mampu lantas dipaksakan, jalan lain untuk mencukupinya perlu ada penarikan sejumlah pembiayaan dari siswa. Dengan begitu, orang tua siswa akan lebih terbebani. Dampaknya, hal tersebut bisa menjadikan satuan pendidikan sebagai ladang bisnis. Sementara orang yang tidak mampu menjadi tidak berpendidikan.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Ketentuan aturan dalam RUU Sisdiknas terbaru ini seperti angin surga yang memberikan harapan besar kepada guru. Namun, ketidakjelasan aturan justru menimbulkan kekhawatiran di kalangan pendidik dan tenaga kependidikan.


“Terlihat mulia, seperti angin surga. Tapi dilimpahkan ke satuan pendidikan masing-masing ya bagaimana?” kata kiai yang menyandang gelar doktor bidang manajemen pendidikan dari Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung itu.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Padahal, lanjutnya, program sertifikasi sudah cukup jelas aturannya. Hal tersebut merupakan bentuk penghargaan negara terhadap pendidik.


Negara sudah seharusnya berterima kasih dengan kehadiran lembaga pendidikan swasta. Sebab, kehadiran lembaga pendidikan swasta telah banyak membantu pemerintah dalam menghadirkan pendidikan bagi seluruh masyarakat Indonesia.


Jika aturan pengupahan sebagaimana termaktub dalam RUU Sisdiknas itu dikembalikan kepada penyelenggara pendidikan, hal tersebut menunjukkan bahwa negara lepas tangan. Sebab, penyelenggaraan pendidikan merupakan domain tanggung jawab negara.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


“Amanat Undang-Undang adalah pendidikan merupakan hak setiap warga negara dan itu menjadi tanggung jawab negara, bukan masyarakat. Kalau negara tidak memberikan tanggung jawabnya, berarti lepas tangan,” ujarnya.


Oleh karena itu, Kiai Fahad menegaskan bahwa RUU Sisdiknas harus secara jelas menyebutkan sumber pembiayaan pengupahan itu dari negara. “Tetap harus ada ketegasan pengaturan pengupahan. Intinya itu tanggung jawab negara,” tegas Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren itu.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Alhafiz Kurniawan

ADVERTISEMENT BY ANYMIND