Warta

Buku Nawal el Saadawi Dicekal

Rabu, 16 Juni 2004 | 13:38 WIB

Kairo, NU Online
Ulama Mesir akhirnya melarang peredaran novel karya Nawal El Saadawi, seorang feminis Mesir karena dinilai  menghina Islam. Sekjen Majma' al-Buhûts al-Islâmiyah, Syekh Ibrahim Atha menilai, penyitaan novel karya Nawal el Saadawi dilakukan karena pemikiran-pemikirannya telah menyerang ajaran Islam. Selain itu, menurutnya, penulis juga mengutip beberapa ayat Al-Quran dengan tujuan untuk mencela ajaran-ajaran Islam, baik secara akidah ataupun syariah.

"Maka dari itu, Majma' Buhûts al-Islâmiyah mengeluarkan keputusan untuk melarang peredaran novel itu di kalangan pembaca dengan tujuan menjaga akidah ruh agama dari penghinaan," kata Syekh Ibrahim dikutip Gatra, beberapa waktu lalu.

<>

Diantara novel yang dilarang peredarannya tersebut adalah Suqûth al-Imâm (Jatuhnya Sang Imam: versi terjemahan Inggris, The Fall of The Imam. Lembaga Islam Al-Azhar yang paling berpengaruh dan memiliki otoritas hukum kemudian melarang dan memberangus buku-buku yang dianggap melanggar ajaran Islam sesuai dengan Undang-Undang Mesir Nomor 103 Tahun 1661 Pasal 15.

Novel Nawal tersebut dilarang bersama buku-buku lain, Al-Mâsûniyah: Diyânah am Bid'ah karya Alexander Shahin, Madînah Ma'âjiz al-A'immah al-Itsnâ 'Asyar dan Dalâ'il al-Hajj 'Ala al-Basyr, dua-duanya karya Sayyid Hasyim Al-Bahrani, serta Nidâ' Ilâ Dlamîr al-Ummah karya Ali Yusuf Ali yang isinya banyak membuat marah ulama Al-Azhar.

Menurut Ibrahim, pihaknya tidak menentang ide dan pemikiran, sebab pena tidak pernah berdosa. "Tapi jangan menghina agama, atau simbol-simbol keagamaan," tegasnya. Ia menunjuk tokoh yang disebut Nawal sebagai al-Imâm, yang merupakan istilah keislaman. Ia menilai, Nawal menginginkan umat Islam selalu mencurigai sosok al-Imâm itu.

Penyitaan novel Nawal el Saadawi dan empat buku lainnya menjadi polemik yang semakin memanas. Al-Azhar dinilai tak sekadar mengeluarkan rekomendasi, tapi juga boleh melakukan kontrol hukum, penyitaan langsung dan inspeksi mendadak ke toko-toko buku.

Tentu saja keputusan ulama Mesir ini membuat kalangan penganut liberalisme kebakaran jenggot. Beberapa pemuja faham liberal menganggap hak esekusi hukum kepada ulama Al-Azhar merupakan tindakan membahayakan dan mengotori fungsi tokoh agama karena melanggar prinsip kebebasan berpikir dan berkarya sebagaimana alasan klasik para pemuja liberalisme. (MA/gt)

 


Terkait