Warta

Ru’yah Lebih Banyak Dipakai daripada Hisab

Jum, 15 September 2006 | 11:37 WIB

Jakarta, NU Online
Dalam penentuan tanggal baru, negara-negara Islam ternyata lebih banyak menggunakan metode ru’yah atau melihat dengan mata telanjang daripada hisab atau cukup dengan perhitungan matematis dalam penentuan awal bulan. Perbedaan penggunaan metode ini menyebabkan seringnya terjadi perbedaan awal puasa atau hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

“Saudi Arabia, Syiria, Libya dan dunia Islam lainnya memakai ru’yah dalam penentuan bulan baru,” ungkap Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dalam pembukaan pelatihan Hisab dan Ru’yah yang diselenggarakan oleh Lajnah Falakiyah NU (LFNU) di Gd. PBNU, Jum’at.

<>

Namun diingatkan oleh pengasuh Ponpes Mahasiswa Al Hikam Malang tersebut bahwa metode ru’yah hanya efektif digunakan di daerah khatulistiwa dimana kemunculan bulan sabit dapat selalu diamati.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

“Makanya, kalau ada uang saya ingin mengajak para pengurus Falakiyah pergi ke daerah sub tropis. Disini selisih satu derajat saja, orang wani gegeran, padahal disana matahari saja belum tentu muncul setiap hari,” tambahnya.

Dijelaskannya bahwa pengetahuan dan wawasan seperti ini diperlukan meskipun belum tentu digunakan di Indonesia karena situasinya memang berbeda. Diceritakannya bahwa metode penentuan waktu sholat yang ada dalam fikih tak bisa digunakan di negara seperti Eropa.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

‘Disini tanda-tanda maghrib kalau sudah muncul mego abang, padahal disana meganya saja tidak ada,” ujarnya. Karena itu, penentuan waktu sholat mengikuti daerah yang paling dekat dengan kondisi normal.

Dalam salah satu kunjungannya ke New York, ia juga pernah menemukan satu masjid menghadap ke barat sedangkan satunya lagi menghadap ke timur. “Mereka berargumentasi bahwa jaraknya ke Makkah sama baik dari Barat maupun Timur,” paparnya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Ketua Lajnah Falakiyah KH Ghozalie Masroeri mengungkapkan bahwa pelatihan hisab dan ru’yah tingkat pemula ini merupakan upaya untuk transfer pengetahuan untuk para kader muda NU yang diharapkan bisa menggantikan para seniornya saat ini.

Sejumlah sesepuh lajnah falakiyah seperti KH Muntari Abdullah yang sudah berumur 86 menyempatkan hadir, demikian pula KH Hasan Basri dari Gresik. Pelatihan ini akan diselenggarakan di Ponpes Al Itqon Cengkareng. Selain belajar teori, para peserta akan diajak praktek langsung agar bisa menentukan tanggal dan menentukan arah kiblat. (mkf)

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

ADVERTISEMENT BY ANYMIND