Balitbang Kemenag RISET BALITBANG KEMENAG

Indeks Tertinggi Kerukunan Beragama 2019 di Kalimantan Tengah

Jum, 27 Maret 2020 | 02:30 WIB

Indeks Tertinggi Kerukunan Beragama 2019 di Kalimantan Tengah

ilustrasi kerukunan (via tnews.co.th)

Indeks tertinggi Kerukunan Umat Beragama (KUB) pada tahun 2019 adalah Kalimantan Tengah. Angkanya mencapai 77.71. Demikian hasil penelitian yang dilakukan Balai Litbang Agama (BLA) Semarang, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2019.
 
Disebutkan, Indeks KUB memiliki tiga variabel yakni toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Variabel toleransi merepresentasikan dimensi saling menerima dan menghargai perbedaan. Variabel kesataraan, mencerminkan keinginan saling melindungi, memberi hak yang sama kepada semua pemeluk agama. Variabel kerja sama menggambarkan keterlibatan aktif bergabung dengan pihak lain dalam dimensi sosial, ekonomi, budaya dan keagamaan.  
 
Penelitian mengambil lokasi di lima provinsi yakni Kalimantan Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Timur. Secara umum, indeks kerukunan umat beragama (KUB) di lima daerah provinsi tersebut tergolong baik.
 
Di Kalimantan Tengah, indeks KUB sebesar 77,71 yang terdiri atas toleransi 76,64, kesetaraan 78,21, dan kerja sama 78,77. Di Kalimantan Barat, indeks KUB sebesar 76,28, terdiri atas toleransi 75,44, kesetaraan 76,15, dan kerja sama 76,28.
 
Di Nusa Tenggara Barat, indeks KUB sebesar 74,84, terdiri atas toleransi 66,42, kesetaraan 85,71, kerja sama 72,38. Di Jawa Timur, indeks KUB sebesar 73,36,  terdiri atas toleransi 72,81, kesetaraan 73,50, kerja sama 74,98. Di Yogyakarta, indeks KUB sebesar 70,54, terdiri atas toleransi 68,75, kesetaraan 67,86, dan kerjasama 75,00.
 
Toleransi (tolerance) 
Dalam variabel ini, indikator utama meliputi hidup bertetangga dengan penganut agama lain (the others), sikap kepada penganut agama lain yang membangun tempat ibadah di tempat tinggal, sikap terhadap penganut agama lain dalam melakukan perayaan keagamaan, dan berteman dengan anak-anak penganut agama lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tolerasi di lima propinsi tergolong baik.
 
Hal ini terlihat pada hasil perhitungan SPSS yang menyebutkan 15.3 persen memillih sangat tidak keberatan (sangat toleran), sedangkan 77.5 persen menyatakan tidak keberatan (toleran), dan 7.2 persen menyatakan keberatan (tidak toleran). Berdasarkan angka di atas, toleransi umat beragama di lima provinsi berada pada tataran 'save' dan baik.
 
Kesetaraan (equality) 
Dalam variabel ini, indikator utama meliputi semua kelompok harus diberi hak untuk menyiarkan agamanya, pemeluk agama lain sama seperti melakukan pemeluk seagama, dukungan terhadap pemeluk agama lain, semua warga Negara Indonesia berhak menjadi kepala daerah, semua warga Negara Indonesia berhak menjadi Presiden RI, setiap siswa berhak mendapatkan pendidikan agama di sekolah sesuai dengan agamanya, setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan, apa pun agamanya.
 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesetaraan umat beragama di lima provinsi berada pada posisi ’setara’.  Hal ini terlihat pada hasil perhitungan SPSS yang menyatakan 70,5 persen memilih setuju dalam pernyataan tujuh indikator tersebut, 17.7 persen memilih sangat setuju, 11,7 persen memilih tidak setuju dan 1 persen memilih sangat tidak setuju. Hal ini berarti sebagiaan besar persepsi masyarakat menyatakan setara dalam kehidupan umat beragama. 

Kerja sama (teamwork) 
Variabel ini memiliki enam indikator utama yang menggambarkan keterlibatan secara aktif dan bergabung dengan liyan serta memberri simpati dan empati kepada kelompok lain dalam dimensi sosial, ekonomi, budaya dan kegamaan. Keenam indikator meliputi berkunjung ke rumah penganut agama lain, berpartisipasi dalam kegiatan lingkungan yang melibatkan penganut agama lain, membantu teman atau tetangga penganut agama lain yang mengalami kesulitan atau musibah, terlibat usaha yang dikelola bersama teman/sahabat berbeda agama, jual beli (transaksi) dengan tetangga/teman/kerabat/penjual berbeda agama, berpartisipasi dalam komunitas/organisasi profesi yang melibatkan penganut agama lain.
 
Hasil penelitian menunjukan bahwa 0.2 persen menyatakan sangat tidak bersedia dengan pernyataan keenam indikator tersebut, 18 persen menyatakan tidak bersedia, 67.7 persen menyatakan bersedia, dan 14.2 persen menyatakan sangat bersedia. Hal ini berarti tingkat kesediaan kerjasama umat beragama di lima propinsi tergolong baik karena 67,7 persen masyarakat bersedia terhadap keenam pernyataan indikator tersebut. 
 
Fact Finding 
Dari ketiga variabel tersebut, kerja sama merupakan indikator variabel yang memiliki nilai lebih rendah dibandingkan indikator variabel toleransi dan kesetaraan. Hal ini memiliki implikasi bahwa lemahnya kerja sama umat beragama berpotensi terhadap munculnya konflik umat beragama. Dalam hal ini, kerja sama dapat dimaknai sebagai tindakan yang menggambarkan keterlibatan aktif antarindividu atau kelompok dengan pihak lain pada berbagai dimensi kehidupan, seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan keagamaan.   

Di masyarakat terdapat beberapa isu penting yang bisa memengaruhi kerukunan umat beragama di Indonesia. Tetapi, sebagian besar masyarakat di daerah penelitian ini tidak terpengaruh dengan isu-isu yang berkembang saat ini. Hal ini terlihat bahwa persepsi masyarakat tidak berpengaruh terhadap isu penyerangan masjid di New Zeland sebanyak 87,6  persen persepsi masyarakat tidak berpengaruh terhadap isu pemindahan ibu kota Israel ke Yerusalem sebanyak 89,8 persen.
 
Berikutnya, persepsi masyarakat tidak berpengaruh terhadap isu sara Pilpres dan Pileg sebanyak 79,2 persen; persepsi masyarakat tidak berpengaruh isu komunis sebanyak 73,9 persen, persepsi masyarakat tidak berpengaruh terhadap persatuan opini terkait SARA di media sosial sebayak 81,8 persen.
 
Berbeda dengan isu kekinian tersebut, sebagian besar masyarakat menyatakan ‘tidak pernah’ (91,2 persen) mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama dan masyarakat yang menyatakan ‘pernnah’ mengikutinya  8,8 persen. Kegiatan Kementerian Agama yang paling tidak banyak atau ‘tidak pernah’ diikuti oleh masyarakat adalah sosialisasi terkait peraturan kerukunan dan dialog-dialog nasional keagamaan dan kebangsaan.
 
Kegiatan Kementerian Agama yang paling banyak diikuti atau pernah diikuti oleh masyarakat adalah penyuluhan kerukunan antar umat beragama dan gerak jalan kerukunan. Bahkan, sebagian besar masyarakat (69,80 persen) menyatakan tidak mengetahui lembaga FKUB dan hanya 30,20 persen masyarakat yang mengetahuinya. 
 
 
Penulis: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori