Balitbang Kemenag RISET BALITBANG KEMENAG

Memahami Pengembangan Madrasah Digital

Sen, 13 Juli 2020 | 09:30 WIB

Memahami Pengembangan Madrasah Digital

Pembelajaran asinkronus terjadi tidak pada saat bersamaan dengan tempat berbeda-beda. Pembelajaran asinkronus dapat dilakukan secara mandiri (self-paced asynchronous) atau secara kolaboratif.

Tahun 2019 lalu, Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan​ (Balitbang Diklat) Kementerian Agama RI menyusun dan menerbitkan buku Panduan Penyelenggaraan Madrasah Digital. Tujuan penyusunan panduan Panduan Penyelenggaraan Madrasah Digital adalah untuk memberikan pemahaman kepada seluruh stakeholders dan penyelenggara pendidikan di madrasah tentang penyelenggaraan madrasah digital.

 

Selain itu, untuk mengarahkan penyelenggara pendidikan madrasah dalam menyelenggarakan program madrasah digital secara sistematis; memberikan landasan kepada para pembuat kebijakan di Kementerian Agama untuk membuat kebijakan pendukung madrasah digital; dan memberikan landasan kepada masyarakat dalam mendukung program madrasah digital.


Dalam panduan tersebut disebutkan pentingnya pembelajaran sinkronus untuk mendukung penyelenggaraan madrasah digital. Pembelajaran sinkronus terjadi saat bersamaan antara guru dan peserta didik baik tatap muka secara langsung di tempat yang sama (live synchronous), menggunakan metode ceramah, presentasi, diskusi kelompok, praktik dan lain-lain atau bisa terjadi secara maya (virtual synchronous) melalui konferensi (video atau audio), text-based conference (chatting atau chat room) dan sejenisnya. 


Sementara, pembelajaran asinkronus terjadi tidak pada saat bersamaan dengan tempat berbeda-beda. Pembelajaran asinkronus dapat dilakukan secara mandiri (self-paced asynchronous) atau secara kolaboratif. Pembelajaran secara mandiri peserta didik mempelajari objek belajar berupa teks, audio, video, animasi, simulasi yang tersedia pada LMS atau di luar LMS. Sedangkan pembelajaran secara kolaboratif (collaborative asynchronous) melalui forum diskusi, mailing list, e-mail, tugas projek dan lain-lain sejenisnya. 

 

Fase ini cukup efektif dilakukan ketika sebuah perusahaan masih beradaptasi dengan penerapan sistem e-learning. Metode ini juga memungkinkan adanya kombinasi dengan metode kelas tradisional, adapun komposisinya tergantung dari hasil analisa. Sebagai contoh, untuk pelatihan yang semula durasinya 3-4 hari, karena dikombinasikan dengan e-learning, dapat diefisienkan menjadi hanya 1-2 hari.

 

Madrasah disarankan memilih model campuran (blended learning) yang mengkombinasikan antara sinkronous dengan pembelajaran tatap muka, belajar mandiri (belajar dengan berbagai sumber atau media cetak (offline) yang telah disediakan) dan belajar mandiri secara online dengan berbagai pilihan media (teks, gambar, suara, video) yang dapat diakses oleh guru dan peserta didik dari internet. Peran guru dalam pembelajaran model blended learning adalah sebagai fasilitator dan mediator yang mengelola unsur-unsur tersebut.

 
Model lain yang disarankan adalah Flipped Classroom atau Kelas Terbalik. Pada model ini, peserta didik diminta mengakses informasi melalui teknologi dalam jaringan di luar kelas kemudian berdiskusi, berlatih, atau melakukan pendalaman pemahaman dengan difasilitasi oleh guru di kelas. Interaksi tatap muka dalam pendekatan pembelajaran ini dibantu dengan belajar mandiri melalui digital.

 

Penulis: Kendi Setiawan

Editor: Musthofa Asrori