Balitbang Kemenag RISET BALITBANG KEMENAG

Pencegahan Intoleransi dalam Budaya Gaok, Bobotan, dan Ngukus

Jum, 31 Juli 2020 | 00:00 WIB

Pencegahan Intoleransi dalam Budaya Gaok, Bobotan, dan Ngukus

Tradisi diibaratkan sebagai kontrak sosial yang menguatkan relasi relasi di antara berbagai kelompok untuk mencapai kehidupan bersama. (Foto: beritahati.com)

Seiring gerakan purifikasi yang dibawa oleh gerakan Islam transnasional, semua hal yang identik dengan tradisi seringkali dihadapkan dengan nilai keagamaan. Penyebutan sesat, khurafat dan bidah muncul bersamaan dengan upaya pemajuan tradisi.


Di samping itu, merebaknya konflik, intoleransi dan radikalisme menjadi bukti mekanisme sosial budaya tidak berjalan efekif pada tataran komunitas. Tradisi  menjadi salah satu komponen utama pengikat kelompok-kelompok keagamaan dan budaya patuh terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku secara umum.

 

Dalam konteks Indonesia, tradisi diibaratkan sebagai kontrak sosial yang menguatkan relasi relasi di antara berbagai kelompok untuk mencapai kehidupan bersama. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai utama (virtue ethic) dalam tradisi sering kali dimaknai bersifat terbatas, konvensional, dan rigid bagi komunitas penggunanya. Padahal, sepanjang nilai tradisi mampu dikapitalisasi, maka transmisi nilai nilai dari tradisi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa, khususnya dalam menjawab isu-isu aktual keagamaan.


Di Indonesia banyak sekali tradisi yang ada dan masih dikembangkan masyarakat. Seperti di Jawa Barat dengan entitas etnik yang beragam; seperti Sunda, Jawa, Betawi dan lainnya dikenal memiliki khazanah kebudayaan baik bendawi dan non bendawi. Kebudayaan ini lahir, hidup dan dihidupi oleh para pelaku budayanya dengan selalu memperhatikan 'jiwa zaman' dan konteks lingkungannya. 


Untuk membuktikan kandungan khazanah budaya tersebut terhadap penghalauan intoleransi, Badan Litbang dan Diklat Kemenag pada tahun 2019 melakukan kajian aktual tiga tradisi yakni Gaok, Bobotan dan Ngukus. Kajian ini berupaya tidak sekedar mengungkap praktik-praktik lama yang dikenal dalam masyarakat, tetapi juga mendorong transmisi nilai tradisi lama dalam menjawab isu isu aktual keagamaan, terkait intoleransi, radikalisme dan konflik. Transmisi nilai ini diharapkan dapat menjadi strategi sosial yang dilakukan pemerintah (Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, MenkoPolhukam, Kepolisian RI) dan para penggiat kemanusiaan yang memiliki tujuan membangun kehidupan bangsa yang harmonis.


Para peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan etnografi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen.Wawancara dilakukan kepada pelaku tradisi, budayawan, aparat desa, dan warga setempat. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teori virtue ethics (nilai keutamaan) yang dikembangkan oleh Rainer Forst dalam bukunya yang berjudul Toleration in Conflict: Past and Present (2013).


Gaok merupakan tradisi bercerita di Majalengka Jawa Barat. Tradisi ini memuat nilai-nilai tentang politik, nilai sosial, lingkungan, keagamaan, dan lainnya yang berasal dari pertemuan tradisi Hindu dan Islam yang dibawa oleh Sunan Gunung Jati Cirebon dan murid-muridnya. Tradisi ini hanya dilakukan di wilayah Majalengka.
 

Bobotan, tradisi dari Indramayu memiliki nilai menumbuhkan kesadaran kesejatian diri sebagai manusia yang berkembang di wilayah Indramayu. Praktik tradisinya merupakan silang budaya antara tradisi Hindu dan Islam. Prinsip dasar dari tradisi ini adalah nilai nilai keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara kebutuhan jasad dan rohani, keseimbangan antara posisi diri di tengah kehidupan sosial.


Tradisi Ngukus atau tradisi mengasap, pada awalnya digunakan untuk menjadi perantaraan (wasilah) antara diri dan leluhur, agar kepentingannya terpenuhi. Secara maknawi, tradisi ini dapat diartikan sebagai upaya mengingat kebaikan para leluhur, secara sosial dan nilai-nilai lainnya. Praktek tradisi ini dilakukan di sebagian wilayah Bandung.


Bobotan, seni Tradisi di Indramayu juga di Jawa Barat merupakan tradisi penumbuh kesadaran sebagai kesejatian manusia, dan Ngukusan sebagai tradisi pengingat leluhur merupakan tiga dari sekian banyak tradisi yang masih bertahan dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat. Sifat kebertahanannya didasarkan pada world view (cara pandang) masyarakat bahwa ketiganya adalah bagian dari kebutuhan hidup (basic need) dan (existensi need).

 

Penulis: Kendi Setiawan

Editor: Musthofa Asrori