Balitbang Kemenag RISET BALITBANG KEMENAG

Pentingnya Pendidikan Keterampilan Berbasis Masjid bagi Milenial

Sel, 24 Maret 2020 | 04:15 WIB

Pentingnya Pendidikan Keterampilan Berbasis Masjid bagi Milenial

Pentingnya pendidikan keterampilan berbasis masjid bagi kaum milenial adalah untuk membangun kecakapan mereka agar mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan. (Ilustrasi)

Masjid memiliiki peran strategis sebagai pusat pembinaan umat dalam upaya melindungi, memberdayakan, dan memepersatukan umat untuk mewujudkan umat yang berkualitas, moderat dan toleran. Di antara kelompok jamaah yang menonjol adalah generasi  muda yang mempunyai kisaran usia 16-30  tahun atau dikenal generasi milenial.
 
Oleh karena itu, pentingnya pendidikan keterampilan atau life skill berbasis masjid bagi kaum milenial adalah untuk membangun kecakapan mereka agar mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan. Kemudian, secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan pemecahan untuk mengatasi problema di sekitarnya.
 
Penelitian yang dilakukan oleh Ta'rif, salah satu penelitian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2019 menyebutkan bahwa meningkatnya harapan generasi muda umat Islam terhadap pengelolaan masjid perlu disambut gembira oleh berbagai pihak. 
 
Pada penelitian berjudul Penguatan Pendidikan Life Skill Berbasis Masjid bagi Generasi Milenial juga mengemukakan perlunya diikuti keterampilan tersebut dengan perbaikan pelayanan dan fasilitas masjid. Sehingga, harapan dapat tercapai: umat Islam lebih banyak memakmurkan masjid, sekaligus dimakmurkan oleh masjid.
 
Sebelmnya, hasil studi yang dilakukan Pusat Studi Agama dan Budaya (CSRC) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2018 juga menunjukkan, Muslim milenial menganggap dakwah atau kajian di masjid tak lagi relevan dengan persoalan mereka. Masjid kini dianggap tidak menarik minat kaum muda Muslim, khususnya generasi milenial. Kaum milenial mulai menjauhi dakwah yang bercorak konvensional, makin banyak milenial Muslim menyukai kajian agama online. 
 
Temuan lain juga menyebutkan bahwa anak-anak muda ini tidak lagi tertarik dengan konten dakwah yang disampaikan di masjid. Sebagian besarnya karena topik yang diangkat dan cara mengangkatnya, cara membahasnya di masjid itu membosankan buat anak-anak milenial, dan tidak menyentuh kebutuhan mereka. 
 
Penelitian tersebut menggunakan 13 lokasi. Hasil penelitian menunjukan beberapa hal. 
 
Pertama, pendidikan keterampilan (life skill) berbasis masjid yang dikembangkan beberapa masjid memilki model pendidikan kecakapan hidup (life skill) berdasarkan perbedaan jenis pendidikan ketrampilan.

Model keterampilan yang dikembangkan memiliki tingkat kebutuhan dan segmen yang berbeda. Keterampilan dengan segmen kaum ibu dan bapak bisa meningkatkan ketrampilan sehingga dapat menambah aktivitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga. Sementara keterampilan pada komunitas anak-anak dan remaja, output-nya memiliki daya saing nasional maupun internasional.
 
Kedua, bentuk pendidikan keterampilan berbasis masjid yang dikembangkan bagi generasi milenial antara lain: digitalpreuneurship bagi milenial (Masjid At-Takwa Cirebon Jawa Barat), pengembangan kuliner, tata boga (Masjid Mutahirin Nitikan Yogyakarta, Masjid Bani Umar Tangerang Selatan).
 
Berikutnya, pengembangan bahasa (Bahasa Arab masjid Sunan Ampel Surabaya Jawa Timur dan Masjid Al-Markaz Makasar Sulawesi Selatan, bahasa Tionghoa Masjid Cheng Ho Surabaya), keterampilan sinematoghrafi (Masjid Masjid al-Anwar Wonosobo), keterampilan handicraft dan barbershop (Masjid Darul Muhajirin Juai Balangan Kalimantan Selatan).
 
Ketiga, output kegiatan pendidikan ini adalah para remaja mendapatkan ketrampilan atau life skill baik secara mental maupun keterampilan, mereka diharapkan menjadi mandiri, wirausaha muda, dan dapat menggerakkan masyarakat berbasis masjid.
 
Keempat, proses pembelajaran pada pendidikan keterampilan berbasis masjid melalui pendidikan partisipatoris. Yakni, proses pembelajaran yang menitikberatkan kepada keaktifan dan kreativitas; classroom; kemitraan; workshopboarding; work based learning; dan E-learning
 
Penulis: Rifatuz Zuhro
Editor: Kendi Setiawan