Balitbang Kemenag

Persoalan yang Menghambat Sertifikasi Guru PAI

Kam, 4 November 2021 | 02:15 WIB

Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2015 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa syarat menjadi guru profesional minimal lulus sarjana (S1) atau diploma empat (D-(IV), menguasai empat kompetensi guru dan memiliki sertifikat pendidik. Ditambah sehat jasmani dan rohani. Namun, dari sekian syarat tersebut, masih minimnya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang sudah memiki sertifikat.


Data Direktorat PAI tahun 2019 menyebutkan, dari 234.630 guru PAI masih ada 130.089 guru yang belum memiliki sertifikat pendidik. Bahkan 25.339 guru ASN dan non-AS yang sudah mengabdi lebih dari lima tahun juga belum tersertifikasi.
 

Tim Peneliti Bidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Tinggi Keagamaan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagaman Badan Litbang dan Diklat Kementeria Agama RI tahun 2020, mengungkapkan keterbatasan anggaran pada Kementerian Agama atau kesalahan penentuan prioritas program menjadi penyebabnya. 

 

"Tiap tahunnya, sejak siberlakukannya Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) 2007-2017 hingga diberlakukan Pendidikan Profesi Guru (PPG) (2018) kuota peserta sangat sedikit. Sehingga amanah Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD) tersebut belum dapat dituntaskan dalam rentang waktu 15 tahun," tulis peneliti dalam laporannya.

 

Para peneliti mengungkap beberapa temuan yang menyebabkan belum tercapainya PPG untuk Guru Pendidikan Agama Islam:
 

 

Penetapan kuota peserta masih  berdasarkan ketersediaan anggaran, bukan kepada target penyelesaian. Akibatnya tunggakan kewajiban program sertifikasi guru dalam jabatan menjadi tidak terukur dan tidak jelas kapan akan beakhirnya.
 

 

Dalam pelaksanaan PPG, tidak melibatkan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam proses sosialisasi dan seleksi peserta, sehingga LPTK tidak memiliki peta potensi dan rekam jejak akademik peserta PPG untuk mengukur pencapaian sebelum dan setelah mengikuti PPG.


Tidak meratanya fasilitas internet dalam pelaksanan kelas daring menyebabkan guru yang berada di daerah tertentu kesulitan mengakses Sistem Informasi dan Administrasi Guru Agama (SIAGA).
 

 

Waktu untuk sosialisasi sistem daring kepada peserta maupun dosen sangat singkat. Sehingga pembelajaran daring pada awal pekan banyak tersendat. Selain itu jadwal daring terlalu padat dan mengganggu tugas mengajar di sekolah. Selain itu, materi PPG yang terlalu padat sehingga hasilnya kurang efektif.
 

 

Selain itu, waktu PPG yang terlalu lama dan bersamaan waktunya dengan jam mengajar guru membuat peserta menjadi bosan dan kurang konsentgrasi.
Di sisi penjadwalan, uji kompetensi dirasa terlalu dekat dengan berakhirnya kegiatan PPL. Sehingga merepotkan koordinasi dengan sekolah mitra dan distribusi penguji.
 

 

Penyebab lainnya adalah sebagian peserta mangalami kesulitan biaya. Misalnya biaya transportasi, pembelian kuota bahkan sebagian guru harus memberi honor kepada guru pengganti di sekolah.


Penulis: Moch Ikmaluddin
Editor: Kendi Setiawan