Daerah PANDEMI COVID-19

Akibat PPKM, Hasil Panen Petani Anjlok Hingga Rugi 80 Persen

Ahad, 8 Agustus 2021 | 05:00 WIB

Akibat PPKM, Hasil Panen Petani Anjlok Hingga Rugi 80 Persen

Ilustrasi petani sedang membajak sawah. (Foto: Dok. NU Online)

Brebes, NU Online 
Pandemi Covid-19 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah berdampak luas terhadap para pelaku usaha. Tak terkecuali, para petani yang menggantungkan hidupnya dari menjual hasil panen.


Kondisi tersebut sangat dirasakan Abdullah Abbas (31), petani asal Brebes, Jawa Tengah. Akibat PPKM, hasil panen sayurannya mengalami kerugian hingga 80 persen.

 

“Adanya pandemi dan PPKM membuat harga sayuran yang dihasilkan petani anjlok dan rugi 80 persen,” kata dia kepada NU Online, Sabtu (7/8).


Kang Abbas, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa hal itu dikarenakan adanya penyekatan pada akses jalan ke pasar induk sehingga membuat minat para tengkulak atau pengepul cabai, terong dan sayuran lainnya, menurun drastis.


Keadaan seperti itu, lanjut dia, membuat para petani mengalami degradasi mental dan kerugian material. Bahkan, dalam istilah orang Jawa ‘nandur bawang tukule utang’ (menanam bawang, tapi tumbuhnya hutang). 


Apalagi, sejak pandemi warung makan belum kondusif sehingga pemasarannya tidak begitu diminati. Di sisi lain, kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada para petani.


“Kebijakan pemerintah hanya menguntungkan bagi rakyat kecil yang mendapat bantuan PKH dan Bansos. Padahal, petani juga tengah mengalami kerugian dikarenakan harga padi yang ikut anjlok,” kata Kang Abbas.


Kerugian tersebut terjadi sejak adanya lockdown, PSBB, PPKM, yang berpengaruh pada tanaman sayuran hingga mencapai 80 persen dengan estimasi biaya tanam, pupuk, obat-obatan dan biaya pemetikan yang tidak seimbang. 


Untuk harga cabai rawit hijau, kata dia, petani mengalami kerugian sebesar 50 persen. Begitu juga dengan varietas cabai yang lain. Kendati demikian, ia mengaku masih bisa mendapat keuntungan dari hasil panen bawang merah dengan harga jual dari petani Rp17.000 per kilogram.


Berbagai kendala
Penyebab lain kerugian petani menurut pria yang pernah menempuh pendidikan di Pesantren Lirboyo, Jawa Timur itu, di antaranya adalah kegagalan dalam bercocok tanam.


“Kegagalan dalam bercocok tanam yang tidak bisa dihindari itu faktornya karena cuaca kurang mendukung, serta banyak hama yang menyerang tanaman. Sementara pupuk dan obat-obatan harganya saat ini bisa dibilang fantastis,” paparnya.


Dikatakan, sebenarnya pemerintah telah memberikan perhatian kepada para petani dengan dibentuknya GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani) yang dalam program tersebut menganjurkan para petani diminta membuat kartu tani.


Fungsinya, lanjut dia, untuk membeli pupuk bersubsidi. Namun, pada praktiknya di toko-toko yang telah ditentukan untuk petani (sistem zonasi) itu stoknya terbatas. Sehingga, untuk mendapat pupuk bersubsidi harus membeli di toko lain yang harganya lebih mahal.


Ia berharap harga sayuran bisa kembali standar dan pemerintah tidak memperpanjang PPKM sebab hal itu berpengaruh terhadap mata pencaharian para petani dan pedagang.


“Saya mohon pemerintah normalkan kembali aktivitas seperti biasa karena dampaknya sangat berpengaruh terhadap mata pencaharian, khususnya bagi petani dan pedagang,” pungkasnya. 


Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Musthofa Asrori