Jombang, NU Online
Puluhan siswa Taman Kanak-kanak Muslimat 1 Roushon Fikr Jombang, Jawa Timur mengunjungi Pondok Pesantren Al-Aqobah 4 Tebuireng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur untuk belajar pendidikan karakter dari kehidupan para santri.
Rombongan disambut oleh kepala Madrasah Aliyah Al-Aqobah Fakhrurozi beserta sejumlah staf dan pembina pondok pesantren di depan ndalem kesepuhan.
"TK Roushon Fikr ini unik, karena punya cara berbeda mengenalkan peserta didik terhadap pendidik agama dan karakter. Apalagi yang dikunjungi adalah pesentren, layak ditiru oleh lembaga lain," jelas Fatkhurozi kepada NU Online, Selasa (30/4).
Dikatakan, pengenalan anak didik usia dini pada kesederhanaan yang ditawarkan para santri perlu dilakukan. Hal ini disebabkan, pada saat usia antara 0-6 tahun, otak anak berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk.
Itulah masa-masa yang di mana perkembangan fisik, mental, maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa tersebut sebagai masa-masa emas anak (Golden Age). "Kita tadi berbagi cerita, makan kue bersama lalu ngaji bersama. Tapi acaranya dibuat santai dan kekeluargaan khas anak usia dini," tambahnya.
Menurut Rozi, pengalaman anak pada tahun-tahun pertama kehidupannya sangat menentukan apakah anak ini akan mampu menghadapi tantangan dalam kehidupannya dan apakah ia akan menunjukkan semangat tinggi untuk belajar dan berhasil dalam pekerjaannya.
Oleh karenanya, murid TK Roushon Fikr ini diajak keliling Pesantren Al-Aqobah melihat beberapa sudut ruangan dan proses belajar.
"Penting bagi guru dan orang tua memberikan kenangan dalam memori anak di awal-awal masa pertumbuhan. Karena akan berpengaruh pada pola pikirnya. Anak itu suka meniru, meniru yang ada di sekitarnya. Kalau diajak ke pesantren, maka nanti bisa mendorongnya belajar di pesantren," bebernya.
Rozi berharap, di masa mendatang semakin banyak lagi lembaga yang meniru langkah TK Roushon Fikr ini. Karena selama ini pesantren masih dianggap kaku, hanya belajar ilmu agama saja dan tertutup. "Pesantren kita menggabungkan ilmu agama dan sains. Terbuka buat semua instansi yang ingin bergabung dan berbagi cerita," tandasnya. (Syarif Abdurrahman/Muiz)