Daerah

Cara Nuris Bina Ke-NU-an Santrinya yang Kuliah

Sab, 10 Agustus 2019 | 03:00 WIB

Cara Nuris Bina Ke-NU-an Santrinya yang Kuliah

Suasana acara pelepasan dan pembekalan bagi calon mahasiswa alumni Nuris

Jember, NU Online

Komitmen Pondok Pesantren Nuris, Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jawa Timur dalam mencetak kader-kader NU yang militan, cukup tinggi. Pondok pesantren yang didirikan oleh KH Muhyiddin Abdusshomad ini tidak hanya mencukupkan santrinya dengan materi Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) di bangku sekolah dan pelajaran ektrakurikuler, tapi juga memberikan bekal kepada para santri saat dilepas untuk menuju perguruan tinggi.

 

“Kami setiap tahun, menjelang dimulainya tahun ajaran baru mengadakan pembekalan Aswaja untuk calon mahasiswa baru. Tahun ini dilaksanakan awal Agustus ini,” tukas pengasuh Pondok Pesantren Nuris Jember, Gus Robith Qashidi kepada NU Online di Nuris, Jumat (9/8).

 

Menurutnya, pembekalan itu penting untuk ‘mengingatkan’ kembali tentang pentingnya Aswaja sebagai pegangan dalam mengarungi kehidupan di tempat lain saat menjalani kuliah. Sebab boleh jadi di tempat baru tersebut kondisinya sangat jauh berbeda dari pesantren. Namun jika si santri tersebut mempunyai bekal Aswaja yang cukup, maka ia sedikitpun tak akan terpengaruh dengan kondisi lingkungannya.

 

“Harapan kami mereka konsisten dengan NU-nya, Aswajanya dan tradisi amaliahnya,” lanjut Gus Robith.

 

Ia menambahkan, dari banyak kejadian, tak sedikit mahasiswa yang ‘berubah’ dari aslinya. Perubahan itu terjadi ketika ia pindah tinggal dan banyak berinteraksi dengan lingkungan kampus. Semula ia adalah santri/pelajar yang kalem dan moderat sesusai dengan ajaran Aswaja, tapi setelah sekian tahun pindah tempat belajar, kemudian pemikiranya jadi radikal.

 

“Yang ia dapat di pesantren dianggapnya kurang benar, tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadits. Itu yang berbahaya,” jelasnya.

 

Karena itu, Gus Robith mengaku akan terus membina, atau minimal memantau perkembangan mantan anak didiknya yang melanjutkan di perguruan tinggi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Caranya adalah menjalin komunikasi.

 

“Alat komunikasi sekarang sudah canggih. Kita bisa setiap saat berhubungan degnan santri-santri yang menuntut ilmu di rantau. Jadi istilahnya mereka lepas tapi tidak terlepas,” pungkasnya.

 

Pewarta : Aryudi AR