Daerah

Dilema Pariwisata Negeri Saibatin dan Para Ulama: Antara Devisa dan Budaya 

Kam, 12 November 2020 | 23:00 WIB

Dilema Pariwisata Negeri Saibatin dan Para Ulama: Antara Devisa dan Budaya 

Pantai Labuhan Jukung, Krui. Salah satu pantai di Pesisir Barat. (Foto: Istimewa)

Pesisir Barat, NU Online
Suatu hari, di waktu shalat dzuhur tiba, Ustadz Nasution, tokoh agama di Kecamatan Pulau Pisang Pesisir Barat, Lampung hendak berangkat ke masjid yang tidak jauh dari rumahnya. Rumah Ustadz Nasutian berada di pantai Pulau Pisang yang terkenal dengan pasirnya yang putih, lautnya yang bersih, ombaknya yang menjadi surga para peselancar lokal maupun internasional, dan juga kawanan lumba-lumba yang sering muncul di pagi hari.

 

Untuk menunjang ekonomi keluarga dengan potensi pariwisata yang dimiliki daerahnya, ia memiliki tempat bagi para wisatawan untuk menginap. Namun, ia juga sangat khawatir, karena seiring perkembangan, banyak para turis mancanegara bahkan wisatawan dalam negeri berdatangan ke pulau pisang dengan pakaian yang minim yang tentu tidak sesuai syariat agama Islam.

 

"Mereka memakai spakbor," kata Nasution mengistilahkan pakaian renang (bikini) yang dikenakan oleh para turis saat berwisata ke Pulau Pisang.

 

Dilema pun menghantuinya. Di satu sisi, pariwisata menjadi potensi besar di daerahnya. Namun, di satu sisi jika budaya-budaya luar yang tidak sesuai dengan norma-norma di daerahnya dibiarkan begitu saja tanpa ada regulasi. Ancamannnya adalah degradasi moral dan lunturnya budaya luhur warga.

 

Dilema ini bukan hanya dihadapi Nasution saja. Seluruh masyarakat di Kabupaten bermotokan Helauni Kikbakhong (bagusnya jika bersama-sama) ini juga merasakan dan menghadapinya. Kepala Dinas Pariwisata Pesisir Barat Gunawan mengungkapkan keresahannya saat melihat para wisatawan yang mengenakan pakaian minim berjalan-jalan di tempat umum di sekitar pantai.

 

Menurutnya memang harus ada langkah-langkah antisipatif yang tepat agar permasalahan ini bisa diatasi. Disamping mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, namun sektor pariwisata juga harus dapat tetap selaras dengan semboyan kabupaten yang memiliki julukan Negeri Para Saibatin dan Ulama ini.

 

"Diharapkan tingginya tingkat kunjungan wisatawan tidak memudarkan nilai-nilai kearifan lokal dan keislaman masyarakat yang menjadi titik tumpu berdirinya Pesisir Barat. Namun justru Pesisir Barat mampu memberikan nilai-nilai budaya religinya sebagai salah satu pemikat wisatawan berkunjung ke Pesisir Barat," katanya, Kamis (12/11).


Wisata syariah menjadi solusi
Menghadapi situasi ini, Akademisi Universitas Tulang Bawang, Lampung H Suryani M Nur mengatakan bahwa salah satu solusi dari permasalahan ini adalah pengembangan dan penguatan wisata syariah. Pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip Syariah menurutnya boleh dilakukan dengan syarat mengikuti ketentuan yang terdapat dalam fatwa DSN MUI ini.

 

Di antara prinsip umum penyelenggaraan pariwisata syariah di antaranya adalah terhindarnya dari kemusyrikan, kemaksiatan, kemafsadatan,dan kemunkaran, serta menciptakan kemaslahatan dan kemanfaatan, baik secara material, maupun spiritual. Hal ini dijelaskannya untuk menyambut baik para ulama di Pesisir Barat yang akan ikut serta memaksimalkan potensi wisata syariah.

Keikutsertaan para ulama di Pesisir Barat untuk optimalisasi Wisata Syariah (Foto: NU Online)

 

"Wisata syariah adalah wisata yang sesuai dengan prinsip syariah. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah," jelasnya mengutip Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 108/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah.

 

Fasilitas hotel, misalnya, menurut Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung ini harus memiliki ketentuan. Di antaranya tidak boleh menyediakan fasilitas akses pornografi dan tindakan asusila, tidak boleh menyediakan fasilitas hiburan yang mengarah pada kemusyrikan, maksiat, pornografi, dan/atau tindak asusila, menyediakan makanan dan minuman yang bersertifikat halal dari MUI.

 

Selanjutnya, hotel harus menyediakan fasilitas, peralatan dan sarana yang memadai untuk pelaksanaan ibadah, termasuk fasilitas bersuci, pengelola dan karyawan hotel wajib mengenakan pakaian yang sesuai dengan syariah. Hotel juga harus memiliki pedoman mengenai prosedur pelayanan hotel guna menjamin terselenggaranya pelayanan hotel yang sesuai dengan prinsip syariah. Hotel wajib menggunakan jasa Lembaga Keuangan Syariah dalam melakukan pelayanan.


Upaya Pemerintah Pesisir Barat
Untuk mewujudkan harapan ini potensi pariwisata dapat dimaksimalkan sekaligus menghindari masyarakat dari ketidakmampuan beradaptasi dengan kondisi yang dapat mengakibatkan kekacauan identitas ini Kepala Dinas Pariwisata Pesisir Barat Gunawan akan membuat regulasi khusus tentang pariwisata syariah yang akan menjadi payung hukum untuk perlindungan pelaku industri pariwisata syariah dan wisatawan. 

 

Gunawan juga mengatakan strategi untuk mengimplementasikan bisnis pariwisata syariah membuat regulasi khusus yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata syariah ini, agar pelaku industri merasa nyaman dalam penerapan konsep pariwisata halal ini.

 

"Regulasi tersebut akan mengatur antara lain, penyediaan fasilitas-fasilitas dengan jaminan halal di objek-objek dan fasilitas wisata, pengaturan tentang kelayakan berpakaian bagi para wisatawan dan lain sebagainya," jelasnya.

 

Pihaknya juga akan terus meningkatkan potensi pariwisata budaya yang memang sudah berlandaskan agama. Seperti festival kuliner daerah, festival budaya muayak, nyuncun pahakh, budindang, dan lain sebagainya yang diharapkan mampu meningkatkan kunjungan wisatawan muslim mancanegara. 

 

"Pembangunan sarana dan prasarana yang menunjang pariwisata halal seperti masjid, sistem transportasi halal dan fasilitas hotel yang mengedepankan nilai-nilai syariah," ungkapnya.

 

Sinergitas seluruh elemen juga menurutnya sangat penting, tak terkecuali para ulama dan ahli agama untuk ikut mendorong pariwisata halal. Tentunya kekompakan dari dinas-dinas terkait yang mampu lebih menunjang kesuksesan maksimalisasi potensi pariwisata syariah.

 

"Dinas PU membangun fasilitas pariwisata, dinas kebersihan menata dan menciptakan suasana bersih tempat pariwisata, dinas koperasi membangun tempat-tempat pemenuhan kebutuhan wisatawan dan seterusnya," harap Gunawan.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan