Daerah

Enam Kriteria Menjadi Nahdliyin Menurut KH Ali Maksum

Sab, 6 April 2019 | 10:00 WIB

Enam Kriteria Menjadi Nahdliyin Menurut KH Ali Maksum

Habib Hasyim Basyaiban di MWCNU Kajen, Pekalongan, Jawa tengah.

Pekalongan, NU Online
Kebangkitan kedua atau an-nahdlah ats-tsaniyah Nahdlatul Ulama dapat terwujud jika setiap warga mau dan mampu berproses menjadi baik. Bagaimana agar mampu menjadi nahdliyin atau warga NU sesuai harapan, setidaknya memenuhi sejumlah kriteria.

Demikian diungkapkan Habib Hasyim Basyaiban dalam tausiah pada peringatan hari lahir ke-96 Nahdlatul Ulama dan Isra’ Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Kegiatan diselenggarakan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kajen, Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (5/4). Acara dipusatkan di Madrasah Diniyah Sullamut Taufiq Dusun Sajimerto Desa Salit Kajen Pekalongan.

Menyitir perkataan KH Ali Maksum, Habib Hasyim  mengemukakan bahwa untuk menjadi nahdliyin yang baik seseorang harus memenuhi beberapa kriteria. 
“Pertama, al-amalu binahdlatil ulama yakni mau mengamalkan amaliah Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah dalam kehidupan sehari-hari,” katanya. 

Sedangkan kedua adalah al-ilmu binahdlatil ulama dalam artian mengetahui apa itu Nahdlatul Ulama. “Seseorang harus paham betul mengapa harus berNU dan mengerti urgensi NU sebagai wadah Ahlussunnah wal Jamaah,” terangnya. 

Dalam pandangannya, setiap nahdliyin juga harus memahami karakter khusus atau khasais NU. “Misalnya bahwa NU dalam memahami Al-Qur'an dan hadits sebagai sumber hukum Islam selalu bersandar pada pemahaman tiga generasi terbaik dalam sejarah Islam yakni para sahabat, tabiin dan tabiit tabiin,” urainya. Karakter NU yang lain misalnya tidak mudah mengafirkan kelompok lain yang berbeda pemahaman, lanjutnya. 

“Ketiga, at-taallum binahdlatil ulama yaitu mau mengaji NU,” tegasnya.

Hal ini memberikan pengertian mengaji kepada kiai NU yang memiliki otoritas dan sanad keilmuan yang jelas. “Jangan sampai orang NU ngaji agamanya hanya kepada Google,” sergahnya. 

Kriteria keempat adalah al-fikratu binahdlatil ulama.  “Ini artinya dalam berpikir mengikuti cara dan metode NU. Jangan sampai ada orang NU tapi rasa wahabi, amaliahnya Aswaja tetapi cara berpikirnya wahabi atau khawarij,” tandasnya. 

Untuk kriteria kelima yakni al-jihadu binahdlatil ulama artinya mau berjuang di NU. “Karena sesungguhnya berjuang di NU sama dengan menjaga risalah Nabi SAW. Sudah saatnya orang NU merapatkan dan menyatukan barisan atau tauhidus sufuf,” jelasnya. 

Sedangkan yang terakhir adalah ash-shabru binahdlatil ulama. “Yakni mampu bersabar dalam berjuang dan berkhidmat di NU,” katanya.

KH Ahmad Muzaki mengingatkan dua tugas penting Nahdlatul Ulama yakni menjaga agama Islam dan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI. Keduanya harus bisa diemban dengan baik dan berjalan secara beriringan.

"NU akan selalu siap menjadi garda terdepan dalam membela agama, bangsa, dan negeri. Setiap upaya yang mau memecah belah bangsa, merongrong persatuan dan kesatuan negeri akan berhadapan dengan NU," tegas Ketua MWCNU Kajen ini saat sambutan.

Lebih lanjut Kiai Muzaki menyampaikan bahwa dalam rangka memperingati hari lahir ke-96 NU, MWCNU Kajen telah menggelar serangkaian kegiatan antara lain ziarah tokoh NU, istighatsah, dan doa bersama demi terwujudnya pemilu damai. Ada juga pemberian santunan yatim, donor darah, serta ditutup pengajian umum dalam rangka Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW. (Alim Musthofa/Ibnu Nawawi)