Daerah

Goethe, Jembatan Barat dan Timur

NU Online  ·  Senin, 24 September 2018 | 12:45 WIB

Tangerang Selatan, NU Online

Berthold Damshauser menyatakan dengan tegas bahwa Goethe merupakan jembatan antara dunia Barat dan Timur. "Goethe pembangun jembatan Barat dan Timur," katanya pada diskusi buku kumpulan puisi Goethe hasil terjemahannya bersama Agus R Sarjono, Telah Berpilin Timur dan Barat, di Ruang Teater Lantai 1, Gedung Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Senin (24/9).


Lebih lanjut, dosen bahasa Indonesia di Universitas Bonn, Jerman itu menjelaskan bahwa Jerman saat itu tengah menghadapi serangan dari Napoleon Bonaparte. Krisis tersebut, sepertinya, menginspirasi sastrawan kelahiran Frankfurt 1749 itu. Meskipun hal ini, katanya, perlu penelitian lebih lanjut.


Sementara itu, Agus R Sarjono menerangkan bahwa pada saat polemik kebudayaan bergulir di Indonesia, ada tawaran sintesis Barat dan Timur.


"Pas polemik kebudayaan, ada tawaran sintesis Barat dan Timur," ujar pengajar Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Bandung tersebut.


Ia menyebut bahwa tawaran tersebut merupakan perpaduan antara Arjuna sebagai representasi budaya Timur dan Faust dari Barat, sebuah tokoh dalam drama karya Goethe.


Adib Misbahul Islam juga menegaskan bahwa penerjemahan yang dilakukan oleh Berthold dan Agus menjadi jembatan penghubung antara dunia Barat, Jerman, dan Timur, Indonesia.


Sekretaris Jurusan Program Magister Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu juga mengatakan bahwa Barat dan Timur merupakan dua kutub yang tak perlu dipertentangkan. Ia mengutip Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 115. "Sebab kata Al-Qur'an, wa lillahil masyriqu wal maghribu (dan hanya milik Allah, dunia Timur dan Barat)," kata alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur itu.


Kegiatan yang digelar oleh Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini dimeriahkan pembacaan puisi dari dosen dan mahasiswa PBSI dan musikalisasi puisi dari Nada Renjana, grup band mahasiswa PBSI. (Syakir NF/Ibnu Nawawi)