Daerah

Turjangun, Petani Desa yang Sulap Limbah Jadi Pupuk Organik hingga Tembus Pasar Internasional

NU Online  ·  Kamis, 12 Juni 2025 | 17:00 WIB

Turjangun, Petani Desa yang Sulap Limbah Jadi Pupuk Organik hingga Tembus Pasar Internasional

Turjangun saat mengecek persediaan barang produksi. (Foto: NU Online/Muhammad Asrofi)

Batang, NU Online

Berangkat dari kepedulian terhadap lingkungan, Turjangun (55), seorang petani asal Desa Amongrogo, Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, berhasil menyulap limbah peternakan menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.


Turjangun mengolah kotoran sapi, rumen, tepung ikan, rumput laut, serta berbagai bahan alami lain menjadi pupuk organik cair bermerek Tabur Mas.


“Karena di sini banyak kotoran sapi, saya mulai belajar bagaimana limbah ini bisa dimanfaatkan. Alhamdulillah, setelah beberapa kali mencoba, akhirnya saya temukan formula yang pas,” ujar Turjangun saat diwawancarai NU Online pada Kamis (12/6/2025).


Pemanfaatan limbah menjadi pupuk berawal sejak 2004. Turjangun mulai melakukan penelitian dan uji coba setelah aktif mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah Salatiga.


Ia pun membangun laboratorium pertanian untuk mengembangkan pupuk organik, dan hasilnya mendapat respons positif dari kalangan petani.


Melihat perkembangan usahanya yang pesat, pada 2010 Turjangun mendirikan sebuah pabrik bernama PT Agro Lestari Makmur Nusantara di atas lahan seluas 3.000 meter persegi.


Usaha ini kemudian diikutsertakan dalam lomba tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Yayasan Teknologi Hijau dan berhasil meraih juara pertama dengan hadiah sebesar 10.000 dolar AS atau sekitar Rp118 juta.


Perusahaan ini memproduksi beragam jenis pupuk organik cair, yang hingga kini telah dipasarkan ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jawa, Sumatra, Aceh, dan Merauke, Papua. Bahkan, produknya bisa menembus hingga ke pasar Internasional.


“Alhamdulillah, pasarnya sudah ke semua daerah di Indonesia. Kami juga tengah menjajaki kerja sama dengan konsumen dari Dubai, saat ini masih proses administrasi perizinannya,” ungkap pria yang masih menjabat Wakil Ketua PCNU Batang itu.

 


Tabur Mas merupakan kependekan dari Tani Buruh Masyarakat Sejahtera yang mencerminkan harapan agar produk ini bisa meningkatkan kesejahteraan petani. Setelah melalui proses perizinan yang dimulai sejak 2010, pupuk ini resmi dipasarkan secara nasional.


Selain pupuk, Turjangun memanfaatkan limbah lain seperti limbah rumah tangga untuk dijadikan bahan pembuatan pupuk padat dan cair, serta pestisida.


Menurutnya, limbah yang dapat membusuk pada dasarnya bisa diolah dan dimanfaatkan, sehingga tidak hanya mengurangi pencemaran tetapi juga menciptakan nilai tambah bagi masyarakat.


Belum lama ini, PT Nestlé Indonesia juga mengunjungi lokasi usahanya dan membawa sampel limbah susu untuk diteliti potensi pemanfaatannya.


“Belum lama PT Nestlé Indonesia datang kemari menawarkan limbah susu, sambil bawa sampel ke sini. Kami pelajari dan diteliti, limbah tersebut bisa kita manfaatkan untuk pakan ternak. Insyaallah dari pihak Nestlé masih mengurus administrasinya,” kata Turjangun.


Harga pupuk Tabur Mas dipasarkan mulai Rp75 ribu per liter untuk wilayah Jawa, dan Rp90 ribu hingga Rp100 ribu di luar Jawa. Sementara di e-katalog pemerintah, pupuk ini tersedia dengan harga mulai Rp46 ribu.

 
Kolam pengolahan pupuk organik dengan ukuran 12 x 25 meter dengan kedalaman 3 meter. (Foto: NU Online/Asrofi) 


Dalam kondisi normal, produksi pupuk bisa mencapai satu juta liter bila mendapat pesanan partai besar. Omzet pun bisa menembus ratusan juta rupiah sebelum pandemi. Kini, Turjangun berupaya meningkatkan kembali kapasitas produksi seiring pemulihan pascapandemi dan potensi kerja sama luar negeri.


“Di sini untuk karyawan menyesuaikan proyek, kalau pas proyek banyak bisa 100 kalau tidak menyesuaikan rata-rata 10, 15, 25, 30,” ujar Turjangun.


Selain itu, dengan semangat dan kegigihannya, Turjangun berhasil meraih penghargaan sebagai petani berprestasi nasional pada tahun 2016. Meski hanya lulusan paket C dan alumni pesantren, ia lolos seleksi dari tingkat kabupaten hingga provinsi, hingga akhirnya terpilih mewakili Jawa Tengah di tingkat nasional. Atas prestasinya, ia diundang menghadiri Sidang Paripurna dan Upacara Kemerdekaan di Istana Merdeka pada 17 Agustus 2016.


Saat ini, Turjangun aktif dalam berbagai kegiatan edukatif. Ia juga menjadi dosen kewirausahaan di IAIN Salatiga, memberikan pelatihan kepada masyarakat di Sub Terminal Agribisnis Sorbanwali Limpung, serta merintis sekolah bahasa yang bekerja sama dengan tenaga pengajar dari luar negeri.


“Yang saya ajarkan ke masyarakat bukan cuma soal pupuk dari kotoran sapi. Tapi juga bagaimana limbah rumah tangga bisa diolah jadi pupuk dan pestisida. Kalau tiap rumah punya drum kecil untuk memisahkan sampah organik dan anorganik, sebenarnya kita bisa mandiri pupuk,” pungkasnya.