Honor Ulama dari Pemerintah, Bukti Kemunduran Kearifan Lokal
NU Online · Ahad, 15 Oktober 2006 | 09:50 WIB
Padang, NU Online
Honor para ulama atau guru mengajin yang dibayar pemerintah merupakan bukti kearifan lokal masyarakat telah mengalami kemunduran.
Guru Besar Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang, Prof Dr Salmadanis di Padang, Minggu, menyebutkan, adalah suatu kemunduran kearifan lokal saat para ulama dan guru mengaji diberi honor oleh pemerintah.
Selain itu, nilai honor yang diberikan itu sangatlah minim yakni berkisar antara Rp60 ribu hingga Rp150 ribu per bulan. "Bandingkan dengan honor guru mengaji di Brunai Darussalam yang mencapai kisaran Rp12 juta hingga Rp15 juta per bulan," katanya.
Menurut dia, dahulunya guru mengaji dan ulama di masjid dibayar honornya oleh rakyat yang menunjukkan masih adanya kearifan lokal masyarakat. Namun kini, tidak lagi rakyat yang membayar tetapi penerintah. "Ini suatu kemunduran yang mengakibatkan para guru mengfaji dan ulama tidak lagi mendapat tempat dihati masyarakat," tegasnya.
Terhadap fenomoena tersebut, harus ada langkah "nekad" yaitu mengembalikan pembangunan ke tingkat nagari. Dalam hal ini pengurus masjid harus berupaya mengelola kegiatan ekonomi yang hasilnya bisa untuk membayar honor ulama dan garu mengaji.
Dengan adanya penghasilan ekonomi ini, ulama dan guru mengaji tidak lagi mencari honor dari pemerintah. Sedangkan modal untuk membuka dan mengelola kegiatan ekonomi tersebut berasal dari zakat yang dihimpun pengurus masjid, kata Salmadanis.
Selain itu, perlu adanya subsidi silang antar masjid, dimana yang infak atau zakatnya besar disumbangkan ke masjid yang infal atau zakatnya kecil, sehingga akan terjadi pemerataan ekonomi, tambahnya.
Sebelumnya, Gubernur Sumbar, H Gamawan Fauzi mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar pada tahun 2007 mengajukan anggaran dalam APBD untuk pembangunan 153 masjid kecamatan dan akan ditempatkan seorang ulama di sarana ibadah itu serta seluruh biaya hidupnya ditanggung pemerintah daerah.
Ulama itu akan tinggal dan terus beraktifitas pada setiap masjid kecamatan dan tidak lagi pergi berdakwah ke tempat lain untuk mendapatkan uang, ujar Gamawan.
Menurut dia, dengan adanya seorang ulama yang selalu berada di masjid maka umat bisa bertanya tentang apa saja soal keagamaan setiap saat. "Ulama itu akan menjadi tempat bertanya bagi umat," ujarnya.
Program masjid kecamatan dan penempatan seorang ulama ini ditempuh karena dalam sejarah, ulama Sumbar berhasil karena memiliki masjid dan tidak pergi ke tempat lain untuk mencari uang.
Seluruh biaya ulama yang ditempatkan di masjid akan ditanggung pemerintah daerah termasuk gajinya. Hal ini sebagai upaya peningkatkan kesejahteraan ulama yang selama ini terpaksa pergi berdakwah ke tempat-tempat lain untuk mendapat uang bagi hidupnya.
Selain biaya bagi ulama, Pemprov Sumbar juga akan bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk mengratiskan ulama jika pergi berobat. Menurut dia, hal ini tidak akan memberatkan kalangan dokter karena paling banyak dalam satu bulan mungkin hanya sekali seorang ulama pergi berobat. Pemprov Sumbar juga berencana memberikan ausransi hari tua bagi para ulama di daerah ini. (ant/mkf)
      Â
Terpopuler
1
PBNU Soroti Bentrok PWI-LS dan FPI: Negara Harus Turun Tangan Jadi Penengah
2
Khutbah Jumat: Jadilah Manusia yang Menebar Manfaat bagi Sesama
3
Khutbah Jumat Hari Anak: Didiklah Anak dengan Cinta dan Iman
4
Khutbah Jumat: Ketika Malu Hilang, Perbuatan Dosa Menjadi Biasa
5
Khutbah Jumat: Menjadi Muslim Produktif, Mengelola Waktu Sebagai Amanah
6
Khutbah Jumat: Jadilah Pelopor Terselenggaranya Kebaikan
Terkini
Lihat Semua