Daerah

Ibadah Kurban Bukan Tontonan Kesalehan Orang-orang Kaya

Sel, 13 Agustus 2019 | 15:00 WIB

Ibadah Kurban Bukan Tontonan Kesalehan Orang-orang Kaya

Pengasuh Pesantren Hikamussalafiyah Sumedang, KH Sa'dulloh

Sumedang, NU Online
Pengasuh Pesantren Al-Hikamussalafiyah, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat KH Sa'dulloh menyampaikan bahwa beribadah memotong hewan kurban bukan untuk mempertontonkan kesalehan orang-orang kaya. Namun, ibadah kurban adalah dalam rangka memperkuat kepekaan sosial, menyantuni fakir miskin, dan membuat gembira orang yang sengsara.
 
"Ibadah kurban bukang ajang pamer harta orang-orang kaya, melainkan untuk memperkuat kepekaan sosial, menyantuni fakir miskin, dan membuat gembira yang sengsara," tegasnya. 
 
Hal tersebut disampaikan dalam khutbah shalat Idul Adha di Pesantren Al-Hikamussalafiyah Desa Sukamantri Kecamatan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang Jawa Barat, Ahad, 11 Agustus 2019.
 
Lebih jauh lagi KH Sa'dulloh menyampaikan ibadah kurban merupakan bentuk solidaritas atas sesama yang tercecer dari mobilitas sosial. Semakin sulitnya kehidupan saudara-saudara kita, adalah kewajiban bagi kita semua untuk membantu mereka. 
 
"Kurban mencerminkan pesan Islam bahwa seseorang hanya dapat taqarrub pada Allah SWT bila ia sebelumnya telah dekat dengan saudara-saudaranya yang kekurangan," bebernya.
 
Disampaikan, ada pelajaran yang bisa dijadikan hikmah dari kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Yaitu tujuan tertinggi manusia adalah seperti doa Nabi Ibrahim. Rabbi hab li minasshalihin. Ya Allah berilah kami anak-anak yang saleh.
 
Nabi Ibrahim meminta anak yang saleh. Bukan anak yang pintar. Bukan anak yang kaya raya. Bukan anak yang punya jabatan luar biasa. Bukan anak yang punya pangkat setinggi langit. Karena apalah arti anak kaya, anak berpangkat dan jabatan, anak yang pintar tapi mereka tidak soleh. Karena itu, kata kuncinya adalah anak saleh.
 
"Untuk mewujudkan anak yang soleh, tentu bukan hal yang mudah," tandasnya.
Pertama, keluarga adalah hal utama dan pertama dalam mewujudkan anak soleh. Jangan remehkan peran keluarga. Anak yang soleh dan solehah, pasti tidak luput dalam pendidikan keluarga sejak dini seperti dilakukan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar. 
 
"Keduanya berjibaku membentuk karakter Ismail sedemikian rupa. Mereka mengajarkan pendidikan agama pada Ismail sejak dini," urainya.
 
Ini sama dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam mendidik anak-anak muslim, "Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara: mencintai Nabimu, mencintai ahlu baitnya dan membaca Al-Qur'an".  Dan Nabi juga bersabda, "Didiklah anak-anakmu karena mereka hidup di zaman yang tidak sama dengan zamanmu."
 
Kedua, memberi keteladanan (uswah) pada anak-anak kita. Bagaimanapun, keteladanan merupakan dakwah yang sangat manjur dalam mengarahkan anak-anak kita. Dengan keteladanan yang ditampakkan sehari-hari, maka yang demikian ini akan mempengaruhi anak-anak kita.
 
Keluarga yang mempertontonkan kejujuran dan kedermawanan akan berpengaruh bagi anaknya. Sebaliknya, keluarga yang mempertontonkan kedustaan dan kebakhilan juga akan anaknya meniru.
 
Ketiga, kumpulkan anak-anak kita dengan teman-teman yang baik atau teman yang soleh atau solehah. Almarhum KH Abdul Muchith Muzadi, selalu memberi nasihat pada orang-orang, "Lebih baik sekolah yang berakhalkul karimah meskipun 'tidak bermutu' daripada 'bermutu' tapi tidak berakalakul karimah".
 
Kepada NU Online, Selasa (13/8) Kiai Sa'dulloh menjelaskan, tempat di mana kita berada, sangat berpengaruh pada manusia, pada anak-anak dan juga pada adik-adik kita. 
 
"Maka, carilah lembaga pendidikan yang baik-baik. Jangan terjerumus pada lembaga pendidikan yang kurang baik sehingga menyebabkan kita masuk dalam pendidikan yang kurang baik tersebut," tutupnya. (Ayi Abdul Kohar/Muiz)