Daerah

Indahnya Bersedekah meski Seteguk Air

NU Online  ·  Sabtu, 16 Mei 2015 | 03:30 WIB

Sidoarjo, NU Online
Bermula ketika penulis sedang melintas di dalam kompleks perumahan yang berada di Desa Gedangan Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur, Jumat (15/5). Tanpa disengaja ada meja berwarna hitam dan kaki meja berwarna telur asin diletakkan di depan pagar rumah bertingkat.
<>
Di atas meja itu ada beberapa air mineral tanggung yang sengaja diletakkan oleh pemiliknya dengan disertai tulisan "Gratis, silahkan ambil bagi yang membutuhkan". Tak ayal, setiap pengguna jalan kaki yang melintas lokasi itu saling mengambil air mineral tersebut.

Wakil Katib Suriah PCNU Sidoarjo KH Sholeh Qosim menjelaskan, bahwa hal itu dalam hukum Fikih sudah sah, dan harus dibudayakan, diistiqomahkan tanpa ada tendensi macam-macam dan harus lillahi taala tanpa harus menunggu Ramadahan. Pasalnya, di saat orang menghitungkan atau mencari kepentingan sendiri, di situ masih ada orang memberikan air untuk kepentingan orang lain, meski seteguk air.

"Itu sudah ada sejak jaman dahulu. Artinya, perbuatan baik dengan meletakkan minuman atau makanan di depan rumah yang sengaja untuk disedakahkan adalah amal perbuatan yang tidak dapat diukur nilainya," jelas Kiai Sholeh.

"Di depan rumah mbah saya dulu, selalu disiapkan kendi (gentong berisi air) dan diperuntukkan bagi siapapun orang yang lewat. Hal itu merupakan ulima bi ridhoihi (sudah dimaklumkan keridhoannya-Red). Jadi orang yang mengambil air atau meminumnya sudah yakin bahwa pemilik rumah sudah meikhlaskan keridhoannya," imbuh Kiai Sholeh mengenang masa lalunya.

Dikatakan Kiai Sholeh, perbuatan itu diibaratkan dengan orang mendirikan halte /payupan. Kenapa halte/payupan itu dilarang orang kencing di sekitar lokasi, karena tempat itu untuk orang banyak. Di samping itu, dalam Fikih sudah tertulis jelas bahwa kencing di bawah halte itu dilarang.

Kiai Sholeh menambahkan, salah satu budaya Nahdaltul Ulama yaitu sedekah. Mereka (warga NU) lebih senang sedekah dalam bentuk makanan atau air minum daripada uang. "Itu sudah dilakukan oleh para kiai dan guru-guru kita, (Imam Ja'far Ash-Shadiq, guru Imam Syafi'i). Tidak hanya itu saja, mereka juga memperbanyak puasa," tutur pria yang juga menjadi Ketua Pusat Jam'iyyatul Qurra' Wal Huffadz NU. (Moh Kholidun/Mahbib)