Daerah

Innalillah, Ning Tiza Pendekar Pagar Nusa Itu Telah Tiada

Sel, 2 Juli 2019 | 23:30 WIB

Pamekasan, NU Online
Awan duka menggelayut di langit Pamekasan, Madura. Salah satu puteri terbaiknya, Nyai Siti Zahroh binti Kiai Fayyad Karay (Ning Tiza), berpulang ke pangkuan Allah,  Selasa (2/7).  Istri KH. Abdul Wahed Mughni Sumber Anyar Pamekasan tersebut menghembuskan nafas terakhirnya setelah beberapa bulan berjuang melawan kangker payudara yang dideritanya. Sempat dirawat cukup lama di salah satu rumah sakit di Kabupaten Sumenep, namun virus kangker yang menggerogoti tubuhnya tak bisa dibendung, hingga menyudahi kehidupannya dalam usia 27 tahun.

"Kami bersaksi beliau orang baik. Beliau pendekar Pagar Nusa yang tangguh dan santun. Semoga almarhumah diterima di sisi-Nya," ungkap Ketua PC Pagar Nusa Pamekasan, Salman Alfarisi kepada NU Online usai takziyah di rumah duka.

Ning Tiza, sedikit dari wanita yang betul-betul ‘cinta’ Pagar Nusa. Menurut Alfarisi, selama bergelut di Pagar Nusa, dia dikenal disiplin dan tangguh. Gerakannya lincah dan rajin berlatih. Sehingga bisa memotivasi pesilat yang lain.

Jiwa Ning Tiza memang aktifis. Selain aktif di Pagar Nusa, ia juga aktif di sejumlah organisasi, misalnya ia menjadi pengurus di PC Fatayat Pamekasan, Satgas Antinarkoba, dan pegiat Islam Nusantara.

"Beliau panutan kami selama di Fatayat. Beliau selalu ceria, enerjik, sering berpetuah," ungkap Iswati, Pengurus PC Fatayat NU Kabupaten Pamekasan.

Menurut Iswati, Ning Tiza tergolong pejuang NU yang tidak kenal lelah dan tanpa pamrih. Meski masih muda, namun ia sudah mampu memposisikan diri sebagai teladan bagi yang lainnya. Untuk urusan NU,  ia rela menggunakan hartanya demi perjuangan organisasi yang didirikan KH Hasyim Asy’ari itu.

"Kami bangga pada beliau. Kami sangat sedih dan sangat kehilangan beliau," tambah Iswati.

Yang sangat berkesan dan tak pernah hilang dari ingatannya adalah tegur sapa dan senyum ceria Ning Tiza. Dalam bergaul, ia tak pernah lepas dari senyumnya sambil menyapa dan berbincang-bincang dengan lawan bicaranya.

"Selalu terbayang," ujar Iswati yang tak mampu membendung tetesan air matanya.

Ning Tiza boleh tiada, namun spirit ber-NU yang sudah melekat padanya akan terus menjadi kenangan, bahkan menjadi inspirasi bagi remaja seusianya. Semasa hidup, Ning Tisa telah memberikan contoh bagaimana seorang remaja memanfaatkan waktunya untuk hal-hal yang positif. Namun akhirnya harus tunduk pada kehendak Allah yang bisa kapan saja  ‘memanggil’ hamba yang dicintai-Nya untuk kembali ke asalnya. Oh, selamat jalan wahai jiwa yang tenang. (Hairul Anam/Aryudi AR)