Daerah

IPNU-IPPNU Kudus Meluruskan Makna Jihad dan Menolak Politisasi Agama

Jum, 27 April 2018 | 06:00 WIB

Kudus, NU Online
Agama merupakan isu yang sering digunakan oleh sebagian kelompok yang mengatasnamakan Islam untuk mendapatkan kepentingan yang bersifat sementara. 

Dalam musim Pilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta, mereka membungkus isu politik dengan isu agama. Bila hal ini tidak diantisipasi, praktek serupa bisa melebar di kota lain yang tengah melaksanakan Pilkada serentak 2018 ini.
 
Hal inilah yang menjadi landasan Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (PC IPNU-IPPNU) Kudus mengadakan seminar bertema “meluruskan makna jihad dan menolak politiasasi agama” Rabu (25/4/2018). 

Acara yang bertempat di Kantor NU Kudus ini menghadirkan nara sumber Ketua Lakpesdam Kudus Asyrofi Masyito (Akademisi), Kiai Muda  Saadudin Annasih Fathi dan Hasan Mafik (tokoh masyarkat).

Ketua PC IPNU Kudus M Wahyu Saputro mengutarakan keprihatinan atas munculnya beberapa kasus terkait kekeliruan dalam memahami makna dan konsep jihad. Di samping itu, belakagan sering muncul penggunaan agama sebagai alat politik.

“Politisasi agama yang terjadi di salah satu daerah kemarin membuat resah dan membingungkan karena muncul ragam pendapat yang menyudutkan sehingga kami hanya bisa menonton betapa bahayanya politisasi agama. Dari sini, IPNU-IPPNU bermaksud  meluruskan makna jihad yang sebenarnya dan menolak politisasi agama,” tandasnya.

Hasan mafik memaparkan bahwa kata jihad tidak selamanya berkonotasi perang. Dalam Al-Qur’an terdapat 41 kali kata jihad, baik periode makah (makiyah) maupun periode madinah (madaniyah). 

Dikatakan akar kata jihad adalah jahd dan juhd yang mempunyai makna ketelitian, kegentingan, ketegangan, kepedihan, kesulitan, upaya, kemampuan, dan kerja keras. Sedangkan makna jihad yang berarti perang sering mengunakan kata qital yang artinya melawan musuh.

“Maknanya sudah jelas, jihad tidak perlu berperang karena peperangan tidak ada di Indonesia,” ujarnya.

Hasan mengingatkan para pelajar tidak tergiur dengan isu-isu yang digoreng oleh oknum yang mengatasnakan Islam dan menggunaka istilah jihad dalam memenangkan salah satu pasangan calon dalam Pilkada 2018.

“Karena Allah sudah berfirman secara jelas 'Janganlah kamu mengeluarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertaqwa' (Q.S. Al-Baqoroh: 41),” jelasnya mengutip sebuah ayat Al-Qur’an.

Saadudin Annasih menjelaskan, jihad tidak harus dikaitkan dengan perang  fisik. Sebab, perang fisik merupakan jihad yang skala luas dan bisa dilakukan dengan kondisi-kondisi tertentu.

“Mayoritas praktisi hukum islam (Fuqoha) selain syafiiyah, diperintahkannya jihad fisik dalah Roddul Udwan (menangkis serangan lawan). Sedangkan Indonesia merupakan negara Agama yang sudah tidak ada peperangan maka jihad tidak harus berperang,” tandasnya.

Sedangkan Asyofi Masyitoh lebih banyak memaparkan makna politik. Ia mengatakan politik dalam islam mempunyai arti mengatur urusan umat di dalam dan luar negeri. 

“Islam tidak anti politik. Islam  islam mengatur politik dengan cara siasah. Karenanya politik itu harus santun,” terangnya.

Seminar  setengah hari ini diikuti oleh seluruh pelajar se kabupaten kudus dan perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Mahasiswa (DEMA) perguruan tinggi di Kudus (Farid/Muiz)