Daerah

IPNU Sumbar Prihatin Aksi Coret Baju Pascalulus UN

Sen, 18 Mei 2015 | 21:00 WIB

Padang, NU Online
Aksi coret-coret baju seragam sekolah dan mengecat kepala saat pengumuman kelulusan Ujian Nasional (UN) untuk tingkat SLTA/sederajat  merupakan kebiasaan buruk yang terjadi secara turun-temurun. Tindakan tersebut harus menjadi perhatian kalangan orangtua dan pengambil kebijakan pendidikan.
<>
Ketua Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PW IPNU) Propinsi Sumatera Barat Hadison menyampaikan hal itu terkait aksi coret-coret pakaian sekolah yang dilakukan sejumlah anak-anak STLA pascalulus ujian. Seperti dilihat pada Jumat lalu, banyak siswa saling mencoret pakaian dan mengecat kepalanya.

Menurut Hadison, orangtua harus turut mengantisipasi tindakan anaknya. Salah satu caranya tidak mengizinkan anak saat pengumuman kelulusan memakai pakaian seragam sekolah. Karena aksi ini sering dilakukan saat mereka tahu sudah lulus.

"Pihak Dinas Pendidikan juga harus mulai bertindak mengantisipasinya. Panggil kepala sekolah, instruksi tidak ada anak-anak yang lulus melakukan aksi coret-coret. Kepala sekolah pun jauh-jauh hari menginstruksikan baik kepada siswa maupun orangtua tidak dibenarkan usai pengumuman kelulusan aksi coret-coret pakaian. Mereka yang ketahuan, harus diberikan sanksi," kata Hadison.

Hadison menambahkan, jika tidak ada tindakan sejak dini dari Dinas Pendidikan, maka aksi ini akan terus berlanjut setiap tahun. Padahal, aksi coret-coret baju  merupakan bagian dari sifat tercela. Apalagi setelah coret-coret dilanjutkan dengan aksi konvoi motor. Selain  merugikan diri sendiri juga bisa menganggu orang lain.

PW IPNU Sumbar, kata Hadison, menilai beberapa mudarat dari aksi coret baju tersebut. Pertama, mubazir,  tidak menghargai baju yang diberikan oleh orangtua. Akan lebih baik baju tersebut dihibahkan kepada orang yang membutuhkan. Masih banyak anak-anak yang tidak mampu  masuk sekolah pada tahun berikutnya, kesulitan mendapatkan baju.

"Kedua, bukan bagian dari bentuk syukur kepada Allah swt. Kalau bersyukur bukan begitu hendaknya. Lebih baik bersedekah kepada orang yang lebih membutuhkan pakaian dicoret. Ketiga, aksi konvoi bisa mengakibatkan kecelakaan. Tidak jarang juga saat konvoi terjadi kesalahpahaman dan memicu tawuran antarsekolah. Keempat, pesta perayaan kelulusan dengan pasangan bisa mendekatkan kepada perbuatan perzinaan. Lebih baik berfikir kemana mau melanjutkan kuliah dan berterimakasih kepada orangtua yang selalu mendo'akan kita," katanya.

"Justru  yang lebih penting dari konvoi itu adalah bagaimana mensyukuri hidup dan menjaga keselamatan diri. Jangan-jangan konvoi  dengan kegembiraan tidak terkendali, mengakibatkan kecelakaan. Ini malah menjadi masalah baru yang mengerikan," kata Hadison menambahkan. (Armaidi Tanjung/Mahbib)