Daerah

Isi Liburan Panjang Akibat Covid-19, Santri Nuris Jember Wajib Mengajar

Sel, 14 April 2020 | 02:00 WIB

Isi Liburan Panjang Akibat Covid-19, Santri Nuris Jember Wajib Mengajar

Salah satu kegiatan progam Wajib Mengajar oleh santri Nuris, Antirogo, Jember, Jawa Timur. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online
Munculnya Covid-19 membawa efek domino yang cukup merepotkan bagi kepentingan bangsa dan negara. Selain mengancam jiwa, Covid-19 juga mengusik sektor-sektor lain karena terimbas kebijakan pemerintah yang terkait dengan pencegahan virus tersebut. Salah satunya adalah pesantren.

Pesantren dan lembaga pendidikan lain merasakan dampaknya langsung akibat kebijakan libur panjang yang diterapkan pemerintah untuk menghambat laju virus yang mengincar paru-paru manusia itu. Sebab,  sejak beberapa waktu lalu, pesantren harus memulangkan santrinya. Padahal, biasanya santri baru boleh pulang beberapa hari menjelang Idu Fitri.

“Ya gimana lagi, ini (Covid-19) masalah kita bersama, sehingga kami memulangkan santri lebih awal untuk mendorong percepatan penghentian virus Corona,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Nuris, Kelurahan Antirogo,  Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Lora Robith Qashidi di kediamannya, Senin (13/4) malam.

Walaupun dipulangkan, santri Nuris tidak boleh vakum dari kegiatan belajar. Sebab waktu libur yang cukup panjang, sangat tidak baik bagi santri jika tidak ada kegiatan belajar. Oleh karena itu,  untuk menjaga kesinambungan belajar, pesantren Nuris menerapkan program “wajib mengajar” bagi santri saat berada di rumah. Bukan secara daring, tapi santri mengajar langsung di lingkungan tempat tinggalnya atau di rumah masing-masing.

“Program ini sebenarnya sudah cukup lama kami lakukan saat santri libur panjang (pulang ke rumah), nah  dengan adanya Corona, kita tinggal melanjutkan saja dengan waktu yang lebih lama,” lanjutnya.

Menurut Ra Robith, sapaan akrabnya, untuk program tersebut, santri diberi tugas mengajar salah satu kitab yang telah ditentukan, yaitu Safinatun Najah, Taqrib, Fathul Qorib (fiqih), Aqidatul Awam, Hujjah NU, Jauharatut Tauhid (aqidah), Jurmiyyah, Imrithy, Alfiyyah, Amtsilah (nahwu-shorrof),  Hidayatus Sibyan, dan Tuhfatul Athfal (tajwid).

“Sedangkan muridnya, si santri mencari sendiri di sekitar lingkungan rumahnya, bisa anak tetangga, saudara dan sebagainya,” tambah Ra Robith.

Alumnus Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir itu menegaskan, untuk memastikan program tersebut dijalankan dengan sungguh-sungguh oleh santri, maka setiap santri diberi form laporan kegiatan, yang berisi nama-nama murid dan kitab yang diajarkan, berikut tanda tangan murid dan walinya serta orang tua santri.

“Dan alhamdulillah, program itu berjalan dengan baik sejak lama,” ungkapnya.

Di tempat terpisah, salah seorang santriwati Nuris, Amelia Hanum menyatakan bahwa program tersebut sangat bermanfaat, tidak hanya sebagai pengusir sepi, tapi juga untuk menjaga tradisi belajar seperti yang terjadi selama di pesantren. Santri yang juga murid SMP Nuris itu di rumahnya (Panti) mengajar Safinatun Najah untuk tiga murid yang juga saudaranya.

“Meski libur cukup lama karena ada Corona, tapi saya tetap ada kegiatan belajar,” pungkasnya.

Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi