Daerah

Keluarga Saefullah, Nyatakan Tobat dari Aliran Sesat

NU Online  ·  Jumat, 16 November 2007 | 13:04 WIB

Garut, NU Online
Saefullah bersama keluarganya menyatakan bertobat dan berikrar akan meninggalkan aliran sesat, yang selama ini mereka anut, dan melaksanakan ritual ibadahnya sehari-hari.

Saefullah bersama tiga pria di lingkungan keluarganya itu, berikrar di masjid Al-Hidayah Polres Garut disaksikan pengurus MUI dan Lembaga Pengkajian Penerapan dan Pelaksanaan Syariat Islam (LP3SI) setempat, sedangkan pihak Kepolisian hanya mempasilitasi agar tidak terjadi anarkis, kata Kabag Bina Mitra Polres setempat Kompol Tatang Hidayat, Jumat.

<>

Saefullah berusia sekitar 50 tahun, warga Kampung Gunung Payung Ciwalen, Garut tersebut, selama ini dikenal pengikut aliran Kodrat Pasti yang mengaku dianutnya dari seorang guru di Sukabumi.

Dihadapan para saksi dan Kabag Ops Polres, Kompol Ade Najmullah, Saefullah dan keluarganya sempat mempraktekan tata cara sholat menurut alirannya itu, sementara itu ikrarnya bertobat antara lain ditandai dengan mengucapkan dua kalimah syahadat.

Pria yang mengaku berprofesi buruh serabutan ini, dengan kesadarannya sendiri ingin bertobat dan kembali melaksanakan ibadahnya sesuai dengan aqidah Islam, katanya.

Dari Garut juga dilaporkan, disinyalir menyebar aliran sesat dan meresahkan masyarakat, belum lama ini masjid jamaah Ahmadiyah diobrak-abrik massa dua kampung di Kecamatan Cisurupan.

Sehingga dari sebanyak 23 orang pengikutnya asal Kampung Pangauban dan Cibulakan, Desa Pamulihan, Cisurupan, 10 orang diantaranya menyatakan kembali bertobat dan akan beribadah sesuai dengan ajaran Islam dan fatwa MUI.

Sementara itu pula, Sekretaris bidang pendidikan pada pengurus Besar Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Rachmat Syukur Maskawan menilai, MUI menyatakan Ahmadiyah sesat tanpa dibarengi payung hukum yang jelas.

Sehingga mendesak pemerintah agar melikuidasi MUI, terkait fatwanya yang menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Padahal Ahmadiyah memiliki legalitas dengan mengantongi SK. Menteri Kehakiman RI pada tahun 1953, kata Syukur Maskawan. (ant/aik)