Daerah

Ken Setiawan, Mantan Komandan NII Ungkap Cara Rekrutmen Kelompok Radikal-Teroris

Kam, 20 Februari 2020 | 09:00 WIB

Ken Setiawan, Mantan Komandan NII Ungkap Cara Rekrutmen Kelompok Radikal-Teroris

Mantan aktivis kelompok radikal yang pernah menjadi Komandan Negara Islam Indonesia (NII) Ken Setiawan. (Foto:NU Online/Faizin)

Pringsewu, NU Online
Kelompok radikal-teroris menebarkan pahamnya menggunakan berbagai macam propaganda. Ayat-ayat Qur'an sering ditafsirkan dan diplintir maknanya sesuai kepentingan mereka sebagai modal mempengaruhi pola pikir masyarakat. Anggota yang jadi sasaran rekrutmen juga dicuci otaknya melalui doktrin-doktrin agama.
 
Hal ini diungkapkan mantan aktivis kelompok radikal yang pernah menjadi Komandan Negara Islam Indonesia (NII) Ken Setiawan pada Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan oleh Polda Lampung di Hotel Urban Pringsewu, Kamis (20/2).
 
Ken menyebut bahwa radikalis-teroris mendoktrin anggotanya dengan membentur-benturkan sistem, peraturan, dan hukum negara di Indonesia dengan hukum Islam dan Al-Qur'an. 
 
"Yang ada di kelompok ini hanya hitam dan putih, iman dan kafir, percaya atau tidak. Indonesia dikondisikan menjadi negara thaghut dan melanggar peraturan hukum Allah," ungkap pria yang sudah meninggalkan dunia hitamnya ini.
 
Kelompok teroris juga mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang ditafsirkan sendiri sebagai modal membuat jejaring seperti Multi Level Marketing (MLM). Mereka masuk ke berbagai lembaga dan instansi seperti sekolah, perguruan tinggi, dan birokrasi.
 
Mereka juga gencar melakukan penetrasi melalui media sosial dengan memproduksi konten-konten narasi propaganda, hoaks, dan ujaran kebencian. Mereka menyatakan orang di luar kelompoknya sebagai musuh yang harus diperangi.
 
"Mereka menggunakan sistem lima orang anggota merekrut satu orang calon anggota," ungkapnya.
 
Satu orang target yang disasar ini dibuat bimbang dengan doktrin-doktrin yang membenturkan konsep Islam dan kondisi Indonesia saat ini. Ia mengibaratkan seperti satu orang yang membawa kucing anggora dibuat ragu karena lima orang sepakat mengatakan yang dibawa bukanlah kucing anggora tapi anjing.
 
"Akhirnya ia terkena pengaruh ikut mengatakan dan meyakini kalau kucing anggora yang dibawanya adalah anjing," katanya.
 
Ketika anggota baru menanyakan siapa imam atau pemimpin dari kelompoknya, maka akan dijawab dengan tak perlu menanyakan imam karena anggota baru tersebut sudah terlambat dan menjadi makmum.
 
"Kalau shalat masbuq (tertinggal) maka tak perlu menanyakan imamnya. Tinggal ikuti saja," kata Ken melanjutkan.
 
Siapapun bisa teracuni oleh doktrin mereka dari mulai pemuda sampai dengan orang tua. Orang yang sudah masuk paham dan jaringan ini juga akan rela melakukan apapun yang diperintahkan kelompoknya walau hal itu di luar nalar mereka. Termasuk tega berbohong dan melakukan tindakan kriminal seperti perampokan untuk membiayai gerakan mereka.
 
"Kalau sudah sadar (insaf) dan mau keluar, rasanya seperti korban perkosaan. Mau ngaku rasanya malu dan ada perasaan takut," katanya pada acara bertema Peningkatan Peran Potensi Masyarakat dan Komunitas Pesantren dalam Mencegah dan Menangkal Radikalisme, Terorisme dan Narkoba Guna Memelihara Situasi Kamtibmas yang Kondusif Demi Keutuhan NKRI.
 
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin