Daerah

Kepada Umat, NU Sumbar: Nahdliyin Melayani, Bukan Menguasai

Rab, 30 Desember 2020 | 15:30 WIB

Kepada Umat, NU Sumbar: Nahdliyin Melayani, Bukan Menguasai

Ilustrasi lambang NU. (Foto: Dok. NU Online)

Pasaman, NU Online
Wakil Ketua PWNU Sumatera Barat, Asy’ari Hasan, mengingatkan Nahdliyin (warga NU) di Kabupaten Pasaman agar melayani umat, bukan menguasai umat. Hal ini sangat penting menjadi perhatian warga NU agar tidak menjadi masalah di tengah umat.


Demikian diungkapkan Asy’ari Hasan, pada Lailatul Ijtima' PCNU Kabupaten Pasaman, di Durian Kadap II, Kecamatan Padang Gelugur, Pasaman, Selasa (29/12) malam. Hadir Rais Syuriyah PCNU Pasaman Ahmad Nawawi, Ketua Tanfidziyah Asrial Arfandi Hasan dan warga NU lainnya.


Menurut Asy’ari, melayani umat maksudnya bagaimana NU mampu menjawab kebutuhan dan menyelesaikan masalah-masalah yang ada di tengah umat. Melalui gerakan dan semangatnya, NU terus berupaya hadir di tengah umat.


"Sedangkan menguasai umat, itu berarti warga NU dan umat hanya dijadikan untuk komoditas politik, kekuatan politik, termasuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah. Ini jelas bertentangan dengan NU. Karena itu, warga NU jangan sampai menguasai umat," katanya.


Anggota Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI Pusat 2020-2025 ini juga  menyayangkan masih ada warga yang mengaku NU tapi dalam kesehariannya tidak mencerminkan sikap seorang warga NU. “Sedikit-sedikit langsung marah. Contohnya, pemikirannya NU, tapi gerakannya bukan NU. Begitu juga ada yang gerakannya NU, tapi pemikiran tidak NU. Bisa jadi berpikiran seperti ISIS,” ungkapnya.


“Bahkan, tidak sedikit yang mengaku NU, tapi semangatnya juga menyudutkan ulama NU. Mereka juga terbawa arus informasi melalui medsos yang sengaja disebarkan untuk membunuh karakter ulama NU. Sebaliknya, juga bersimpati dengan tokoh agama yang semangatnya anti dengan ulama NU,” tutur Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.


Selain itu, lanjut dia, warga NU haruslah tetap berpegang teguh kepada konsep  pemahaman Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja), yakni selalu bersikap tawassuth, tasamuh, tawazun, dan adil. Tawassuth (moderat) yakni sebuah sikap keberagamaan yang tidak terjebak terhadap hal-hal yang sifatnya ekstrem. Tasamuh (toleransi) yakni sikap keberagamaan dan kemasyarakatan yang menerima kehidupan sebagai sunnatullah.


"Tawazun (seimbang), sebuah keseimbangan sikap keberagamaan dan kemasyarakatan yang bersedia memperhitungkan berbagai sudut pandang. Kemudian mengambil posisi yang seimbang dan proporsional. Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dengan santun," paparnya.


Asy’ari juga menyentil soal ucapan Natal yang pro dan kontra. Kenapa mengucapkan Selamat Natal saja dikatakan ikut agama lain. Ucapan Natal kepada sesama anak bangsa yang berbeda keyakinan bukan berarti dia otomatis menjadi pemeluk agama Kristen.


"Ibarat seseorang menirukan suara kambing, membebek. Apakah orang yang meniru suara kambing jadi kambing, kan tidak. Begitu juga seseorang yang meniru bunyi burung peliharaannya, apakah si empunya langsung juga jadi burung, kan tidak. Harus ada cara pandang lain agar bisa memahami satu sama lain, " kata Asyari mengakhiri. 


Kontributor: Armaidi Tanjung
Editor: Musthofa Asrori