Daerah

Ketua PWNU Papua: Miras Jadi Penyebab Tingginya Kriminalitas di Papua

Sel, 2 Maret 2021 | 06:45 WIB

Ketua PWNU Papua: Miras Jadi Penyebab Tingginya Kriminalitas di Papua

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Papua, Ustadz H Tony Vivtor Mandawiri Wanggai. (Foto: Papua Satu)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Papua Ustadz Tony Vivtor Mandawiri Wanggai menjelaskan bahwa tingka kriminalitas di Papua sangat tinggi yang disebabkan oleh minuman keras. 


“Tingkat kriminalitas di sini paling tinggi itu karena penyebabnya adalah miras. Dari kasus-kasus kriminalitas seperti pencurian, KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), kecelakaan, dan perkelahian antarkampung itu sudah tinggi tingkat kriminalitasnya. Sumbernya adalah miras,” ungkap Tony saat dihubungi NU Online melalui sambungan telepon, pada Selasa (2/3). 


Hal tersebut disampaikannya dalam merespons terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.


Perpres tersebut sangat bersinggungan langsung lantaran di dalam lampiran III nomor 31-33 terdapat maklumat bahwa aturan industri minuman keras akan dilegalkan di empat provinsi yang salah satunya adalah Papua. 


Ia menyatakan ketidaksepakatannya dengan Perpres yang merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu. Menurut Tony, dengan adanya industri miras di Papua, justru akan berdampak buruk bagi perkembangan generasi di sana. 


Seharusnya, lanjut Tony, pemerintah pusat mempertimbangkan hal itu sebelum menerbitkan Perpres. Sebab akan berdampak menghancurkan generasi Papua yang jumlahnya sangat minoritas. Ia menjelaskan, Papua seluas tiga kali lipat Pulau Jawa tapi penduduknya hanya sekitar empat juta. 


“Sementara Orang Asli Papua (OAP)  itu paling hanya 2,5 juta. Ini tentu akan berdampak pada lost generation atau akan kehilangan generasi Papua ke depan dengan adanya ini (investasi miras),” tutur Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Agama ini.  


Lebih lanjut ia menuturkan, jika alasannya adalah untuk menumbuhkan perekonomian negara seharusnya pemerintah pusat harus juga melihat keselamatan generasi Papua ke depan. Hal ini senada dengan visi MRP yakni soal penyelamatan manusia dan Tanah Papua.


“Itu yang harus dipertimbangkan. Artinya sebelum keluar Perpres seperti di Papua, NTT, Bali, Sulut, itu perlu dikomunikasikan juga dengan pemerintah daerah. Baik di DPRD maupun MRP, dan tokoh lembaga masyarakat adat,” katanya.


Tidak ada komunikasi dengan pemerintah daerah 


Tony kemudian menegaskan bahwa dalam menerbitkan Perpres yang memuat soal pelegalan miras beralkohol itu, pemerintah daerah tidak diajak untuk melakukan komunikasi. Hal ini justru bertentangan dengan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Papua Nomor 15 Tahun 2013 tentang Larangan Produksi dan Penjualan Miras. 


“Belum ada (komunikasi dari pemerintah pusat). Padahal di Papua sendiri sudah ada peraturan daerah provinsi sejak tahun 2013, Perdasi Nomor 15 Tahun 2013 tentang larangan produksi dan penjualan miras. Itu gubernur sudah mengeluarkan berdasarkan UU Otonom Khusus,” katanya.


Namun Tony menjelaskan bahwa Perdasi belum dilembardaerahkan karena Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan bahwa peraturan tersebut bertentangan dengan perundang-undangan di atasnya. Padahal, katanya, Papua sendiri sudah memiliki kekhususan tersendiri dengan adanya UU Otsus. 


“Jadi Gubernur mengambil kebijakan pelarangan produksi dan penjualan miras itu untuk menyelamatkan generasi Papua yang sudah sedikit ini. Memang tingkat kriminalitas tinggi penyebabnya adalah miras,” kata Tony. 


“Jadi saya pikir pemerintah pusat juga harus bisa mengapresiasi dan menghargai dengan melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah,” tegasnya. 


Sementara itu, Presiden Joko Widodo telah mencabut lampiran Perpres tentang investasi miras tersebut karena mendapat berbagai saran, kritikan, dan dorongan dari para tokoh agama yang memandang bahwa miras menjadi sumber dari berbagai persoalan. 


Pencabutan Perpres tersebut disampaikan Jokowi secara virtual melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, pada Selasa siang ini. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad