Daerah

Kunjungi Alumni, Kiai Salam Shohib: Ada Tiga Kriteria Alumni Denanyar

Ahad, 13 Juni 2021 | 09:00 WIB

Kunjungi Alumni, Kiai Salam Shohib: Ada Tiga Kriteria Alumni Denanyar

Pengasuh Pesantren Denanyar Jombang KH Abdussalam Shohib (ketiga dari kanan). (Foto: NU Online/Yusuf Suharto)

Tulungagung, NU Online 
Dalam Halal bi Halal yang dipadukan dengan pembukaan kembali pengajian Kifayatul Atqiya’ selepas vakum akibat pandemi, Pengasuh Pesantren Denanyar Jombang KH Abdussalam Shohib kembali mengunjungi alumni berbagai daerah.


Kali ini Kiai Salam berkunjung ke kantor Ikatan Alumni Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif (IKAPPMAM) Tulungagung, Sabtu (12/6). Dalam kesempatan tersebut, Kiai Salam mengurai tentang tiga kriteria santri yang dalam hal ini dicontohkan sebagai alumni Pesantren Denanyar Jombang. 


“Alumni itu ada tiga kategori. Pertama, mengikuti pola dan teladan Mbah Bisri Syansuri, tapi anaknya tidak dipondokkan. Ini alumni dzahir, atau syariatnya saja,” ujar Kiai Salam. 


Kedua, lanjut Kiai Salam, alumni yang mengikuti pola dan teladannya Mbah Bisri, dan anaknya dipondokkan, tapi tidak di Pesantren Denanyar. “Ini alumni tahap thariqah. Sudah lumayan," ujarnya.


“Ketiga, mengikuti pola dan teladan Mbah Bisri dan anaknya dipondokkan di Pesantren Denanyar. Nah, ini baru santri alumni yang lengkap. Alumni yang benar, haqiqatan,” tandas Kiai Salam.


“Nah, kalau tidak masuk ketiga-tiganya, maka namanya oknum alumni,” seloroh Wakil Ketua PWNU Jawa Timur ini. 


Alumni yang mengaji kitab Kifayatul Atqiya juga diberi arahan, bahwa kitab ini tidak main-main fokusnya untuk menjadi orang yang bertaqwa bahkan menjadi para wali.


“Cita cita nggak tanggung-tanggung jadi wali, ya minimal setengah wali. Karena thariqah-nya wali tentu berat. Sesuai ujaran bahwa pajak itu sesuai dengan penghasilan,” selorohnya lagi.


Menurut Kiai Salam, semakin tinggi cita-cita, maka tantangannya kian berat. Minimal dengan mengaji kitab ini agar kita mengerti cerita para wali. Juga agar kita cinta kepada para ulama dan para wali. Tentu mencintai ulama itu berbeda derajatnya dengan yang tidak.


Tips kaya hati
Ketika mengurai nadzam Hidayatul Adzkiya dengan syarah Salalim dan Kifayatul Atqiya, Kiai Salam mengajak alumni agar dalam hidup ini tidak berkecil hati. Keadaan masih kekurangan maupun yang sudah berkecukupan, diharapkan masing-masing ada dalam posisi yang benar.


"Menurut sabda Rasulullah, orang Islam sehat, dalam keadaan aman, dan tercukupi kebutuhan harian, itu sudah kategori kaya. Tinggal kita bisa bersyukur apa tidak. Itu kembali kepada diri sendiri. Jadi, kaya itu gampang sebenarnya menurut nabi, yang seolah seperti orang yang sudah memiliki dunia seisinya."


Kiai Salam dalam HBH di Tulungagung ini membaca nasehat ketiga, yaitu qana'ah (menerima pemberian walau sedikit). Idealnya, santri harus dibatasi jajannya, juga baju yang dibawa. Cukup enam setel, misalnya. Ini pembelajaran praktik qanaah.


"Santri kok tidak qana'ah, itu santri salah produk. Karena di pesantren itu diajari dengan keterbatasan yang ada," tegas cucu pendiri Nahdlatul Ulama KH Bisri Syansuri ini. 


Terkait pentingnya pendidikan tatap muka dan bahwa pembelajaran yang ideal itu adalah langsung menyaksikan keteladanan ala pesantren, Kiai Salam mengatakan bahwa mondok yang penting teladan. Pembelajaran bukan hanya teori, tapi butuh keteladanan.


“Misalnya di pesantren ada praktek shalat jamaah, dan praktek qana'ah dan seterusnya. Qona'ah itu butuh proses. Proses dalam meninggalkan syahwat dan kebanggaan terhadap makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Proses ini butuh pendidikan dan teladan. Oleh karena itu, dengan resiko apapun, pesantren harus pembelajaran tatap muka (pendidikan haliyah),” terangnya.


Kiai Salam juga berpesan agar para santri tidak mengejar sesuatu yang tidak berguna, karena risikonya ia akan kehilangan sesuatu yang berguna.


Dalam Halal bi Halal tersebut, hadir para kiai sepuh yang merupakan murid langsung Mbah Bisri Syansuri, antara lain Kiai Kholiq, dan Kiai Nuruddin yang masuk di Pesantren Denanyar dari 1958 hingga 1965.


Selain itu, dihadiri santri akademisi, misalnya Dr Ngainun Naim, Dosen Pascasarjana UIN Satu Tulungagung, sosok penulis buku yang produktif. Terlihat juga aktivis Ansor Tulungagung, Mukhlason, dan lain-lain. 


Didampingi para pengurus pusat IKAPPMAM, para kiai dan ibu nyai yang rawuh antara lain, Kiai Abdul Muidz Shohib, Kiai Wazir Ali, Kiai Abdul Wahab Kholil, Kiai Husnul Haq (Pengasuh Pesantren Mamba'ul Ma'arif Tulungagung), Gus Afifuddin, Gus Abdur Rosyid (Direktur Ma'had Aly Pesantren Denanyar), Nyai Muflihah Shohib, Nyai Halimah Ahmad, Nyai Hanifah Ahmad, dan Nyai Luluk Aziz.


Kontributor: Yusuf Suharto
Editor: Musthofa Asrori