Daerah HARI SANTRI 2020

Makna Filosofis Lomba Tumpeng Muslimat NU Pringsewu di Hari Santri

Sen, 19 Oktober 2020 | 01:30 WIB

Makna Filosofis Lomba Tumpeng Muslimat NU Pringsewu di Hari Santri

Lomba Tumpeng digelar Muslimat NU Kabupaten Pringsewu, Lampung dalam rangka menyemarakkan Hari Santri 2020. (Foto: NU Online/Faizin)

Pringsewu, NU Online
Ibu-ibu Muslimat NU Kabupaten Pringsewu, Lampung tidak mau ketinggalan untuk ikut serta menyongsong, memeriahkan, dan memperingati Hari Santri tahun 2020. Bentuk partisipasi mereka pada hari santri yang diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 2005 ini adalah dengan menggelar Lomba Tumpeng dan Jajanan di Komplek Gedung NU Kabupaten Pringsewu, Ahad (18/10).
 
Berbagai macam aneka kreasi tumpeng ditampilkan oleh para pengurus Muslimat NU. Ada 10 tumpeng yang diperlombakan berasal dari sembilan Pimpinan Anak Cabang (PAC) Muslimat NU kecamatan se-Kabupaten Pringsewu dan satu dari Pimpinan Cabang Muslimat NU.
 
Ketua PC Muslimat NU Kabupaten Pringsewu Hj Ani Fitriani mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan wujud syukur Muslimat atas anugerah nikmat yang sudah diberikan oleh Allah kepada bangsa Indonesia. Nikmat yang dirasakan oleh bangsa Indonesia ini tidak terlepas dari perjuangan para santri terdahulu yang berjuang untuk merebut kemerdekaan.
 
“Kita harus bersyukur. Karena sudah ditegaskan siapa yang bersyukur akan ditambah nikmatnya oleh Allah SWT,” katanya di sela-sela acara.
 
Sementara tumpeng-tumpeng yang diperlombakan ini dinilai oleh dewan juri berdasarkan beberapa kriteria di antaranya adalah kelengkapan, penampilan, dan rasa. Setelah penilaian, tumpeng dari Pimpinan Anak Cabang (PAC) Muslimat NU Kecamatan Pardasuka berhasil menjadi juara pertama disusul tumpeng karya Muslimat NU Kecamatan Pagelaran sebagai juara kedua dan dari Kecamatan Gadingrejo sebagai juara ketiga.
 
Selain juara 1,2, dan 3, panitia juga memberikan hadiah kepada tumpeng-tumpeng yang memiliki kelebihan tersendiri seperti kenikmatan, keunikan, dan sebagainya. 
 
Makna Filosofis Tumpeng
Ditemui di sela-sela lomba, salah satu peserta dari Muslimat Ambarawa, Ibu Muniroh menjelaskan bahwa tumpeng merupakan tradisi bangsa Indonesia jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa. Tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam.
 
Foto: Tumpeng kreasi PAC Muslimat NU Pardasuka sebagai juara pertama
 
 
“Tumpeng itu artinya yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Ada satu unit makanan terbuat dari ketan bernama Buceng yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus dengan sungguh-sungguh). Lauk-pauk tumpeng, berjumlah 7 macam, bahasa Jawanya pitu, maksudnya Pitulungan (pertolongan),” jelasnya kepada dewan juri.
 
Tiga filosofi jawa itu lanjutnya, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra' ayat 80 waktu akan hijrah keluar dari kota Mekah menuju kota Madinah yang artinya "Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan". 
 
“Maka ada yang sedang hajatan menyajikan Tumpeng dimaksudkan memohon pertolongan kepada Allah agar memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan. Dan itu semua akan kita dapatkan bila kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh,” jelasnya.
 
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin