Masyarakat Pesantren di Brebes Prihatinkan Rendahnya APK
NU Online · Jumat, 19 Juni 2009 | 00:13 WIB
Rendahnya Angka Partisipasi Kasar (APK) dalam penuntasan pendidikan wajib belajar 9 tahun di Kabupaten Brebes, menjadi keprihatinan Perhimpunan Masyarakat Pesantren Indonesia (PMPI). Terbukti setelah para Santri Intelektual melakukan Program Sarjana Pemuda Penggerak Wajib Belajar 9 Tahun (SP2WB) mendapatkan data akurat tentang rendahnya APK di Brebes.
Rendahnya APK, terkait dengan berbagai persoalan klasik yang masih membelenggu disejumlah daerah. Seperti tingginya anak anak usia wajib belajar yang tidak sekolah, putus sekolah, kondisi sekolah, kondisi sosial budaya, pekerjaan orang tua dan faktor ekonomi.<>
“Temuan ini, akan kami rekomendasikan kepada pihak terkait untuk dicarikan solusi terbaik,”Koordinator operasional Perhimpunan Masyarakat Pesantren Indonesia (PMPI) Pusat Hamim Nur Hidayat, S.Ei di sela-sela Semiloka Program Sarjana Pemuda Penggerak Wajib Belajar 9 Tahun (SP2WB) Aula Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Jateng, Kamis, (18/9).
Pihak yang seharusnya mengambil solusi, lanjut Hamim, seperti Pemerintah Kabupaten (Pemkab), Dinas Pendidikan, Bappeda, DPRD dan Departemen Pendidikan Nasional. “Kami berharap, temuan kami bisa menjadi agenda daerah acuan kebijakan pusat dalam percepatan wajar dikdas 9 tahun,” paparnya.
Dari tiga Kecamatan di Kabupaten Brebes yakni Kecamatan Wanasari, Tanjung dan Losari di 36 Desa, terdapat beraneka ragam kendala percepatan wajar dikdas 9 tahun. Untuk Wanasari misalnya, ada SMP yang kekurangan siswa akibat rendahnya motivasi dan partisipasi orang tua menyekolahkan anaknya. “Disepanjang pesisir pantai losari, anak-anak usia sekolah dipaksa orang tuanya untuk cari duit,” tutur Hamim.
Sementara di daerah Tanjung, masih kata Hamim, keberadaan SMP sangat jauh dari jangkauan siswa-siswinya. “Hal ini menjadikan siswa kewalahan dalam menempuh transportasi ditambah dengan jeleknya kondisi jalan di Brebes,” paparnya.
Lebih jauh Hamim menjelaskan, dari beraneka ragam temuan kendala penuntasan wajar dikdas 9 tahun itu, maka pemerintah harus memenuhinya. Antara lain, pemerintah perlu menyediakan sekolah baru atau sekolah satu atap, penambahan ruang, rehabilitasi ruang kelas, sosialisasi tentang kesadaran masyarakat, beasiswa bagi anak miskin, penyediaan perpustakaan, laboratorium IPA dan lain-lain sesuai dengan situasi dan kondisi dimasing-masing daerah. “Selain Brebes, hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Majalengka, Cirebon dan Subang.” ungkapnya.
Dari hasil pendataan, pemetaan, penyuluhan, sosialisasi asistansi dan fasilitasi wajar dikdas 9 tahun yang telah lakukan Petugas Lapangan sebanyak 72 santri intelektual itu diharapkan wajar dikdas 9 tahun cepat tuntas. “Kami menargetkan 2010 APK makin meningkatkan,” harap Hamim.
Menurut Koordinator SP2WB Kabupaten Brebes yang juga Ketua Panitia Penyelenggara Lutfi Nazarudin, Semiloka mengambil tema 'Menggerakan pendidikan di Kabupaten Brebes, kita tuntaskan wajib belajar 9 tahun'. Acara tersebut dihadiri Tim SP2WB Kabupaten, TIM Kecamatan dan Petugas Lapangan SP2WB.
Selain Tampak Hadir Direktorat Pembinaan SMP Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas DR Didik Candra, Kabid Pendidikan Dasar dan Menengah Dinas pendidikan Kabupaten Brebes DR Tahroni, Anggota Komisi D DPRD Brebes Ir. Masrukhi Bachro, Pendamping SP2WB Pusat untuk Brebes Aris Adi Leksono, Para Kepala SMP di tiga Kecamatan dan tamu undangan yang lainnya. (was)
Terpopuler
1
Gus Yahya Sampaikan Selamat kepada Juara Kaligrafi Internasional Asal Indonesia
2
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
3
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
4
Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik
5
Guru Didenda Rp25 Juta, Ketum PBNU Soroti Minimnya Apresiasi dari Wali Murid
6
Kurangi Ketergantungan Gadget, Menteri PPPA Ajak Anak Hidupkan Permainan Tradisional
Terkini
Lihat Semua