Daerah

Medsos Berperan Besar dalam Pertumbuhan Radikalisme

Ahad, 4 April 2021 | 02:15 WIB

Medsos Berperan Besar dalam Pertumbuhan Radikalisme

Para narasumber dari tokoh lintas agama dalam Diskusi Kebangsaan Lintas Agama di Pendopo Wahyawibawagraha, Jember, Jawa Timur, Sabtu (3/4). (Foto: NU Online/Aryudi A Razaq)

Jember, NU Online
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jember Jawa Timur, KH Abdul Muis Shanhaji menekankan pentingnya pemerintah dan masyarakat agar tidak lalai dan selalu mewaspadai perkembangan gerakan kelompok radikal. Kendati organisasi radikal telah diberangus, namun ajarannya masih eksis, dan diam-diam terus bergerak melakukan propaganda pada masyarakat dengan memanfaatkan isu agama.


“Buktinya bom-bom teror masih muncul secara sporadis, dan kelompok-kelompok radikal juga masih bebas menyebar ajarannya dengan bungkus baju dakwah,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam Diskusi Kebangsaan Lintas Agama di Pendopo Wahyawibawagraha, Jember, Jawa Timur, Sabtu (3/4).


Menurutnya, radikalisme terus meningkat sejak era reformasi sampai sekarang. Hal ini tak lepas dari terbukanya belenggu kebebasan yang sebelumnya cukup lama terkunci. Saat era reformasi, bukan hanya partai politik yang tumbuh bak jamur di musim hujan, tapi budaya dan aliran-aliran keagamaan juga masuk ke Indonesia.


Kemudian menyusul era reformasi, lanjut Gus Muis, sapaan akrabnya, era digital hadir dan berkembang begitu pesat. Platform berbagai media sosial seperti Youtube, Facebook, Whatsapp, Twitter, Tiktok, dan sebagainya juga muncul mengiringi kemajuan teknologi informasi.


“Medsos (media sosial) dimanfaatkan betul oleh kelompok radikal. Selain punya jaringan medsos yang masif, sebagian bomber ternyata belajar membuat bom lewat Youtube. Jadi, ini juga menjadi sebab kenapa radikalisme masih eksis,” ungkap Gus Muis.


Pengasuh Pondok Pesantren As-Syafa’ah Jember tersebut juga memandang eksistensi radikalisme juga tak lepas dari kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan yang terjadi di Indonesia. Memang, sebagaimana disebutkan oleh mantan teroris bahwa tujuan aktor intelektual gerakan radikalisme adalah mendirikan negara Islam, tapi eksekutor bom rata-rata berlatar belakang kekecewaan akibat tidak berdaya secara ekonomi di samping melihat ketidakadilan sering terjadi di negara ini.


“Jadi persoalannya kompleks. Mengurangi jurang kesenjangan ekonomi juga sangat penting untuk mengikis radikalisme,” terangnya.


Selain itu, pemahaman yang salah terhadap ajaran agama juga menjadi kontributor bagi maraknya gerakan radikal yang sering berujung teror itu. Ajaran agama sengaja disalahpahami oleh aktor intelektual gerakan radikal, sehingga menjebak orang yang tanggung pemahaman agamanya.


“Kalau pemahaman yang radikal terus dibiarkan, maka akan menjadi ancaman serius bagi bangsa Indonesia yang  sangat beragam ini. Untuk itu, kita wajib mengembalikan pemahaman (agama) kepada relnya.  Islam adalah agama yang rahmatan lil’alamin, kehadiran Islam memberikan rahmat bagi siapapun dan agama apapun,” pungkasnya.


Sementara itu, narasumber dari Kristen, Pendeta Sony Saksono Putro menyatakan bangga dengan NU dan Gus Dur yang memelopori Islam moderat. Katanya, Indonesia yang berlatar belakang keragaman agama, budaya dan suku, sangat membutuhkan NU.


“Gus Dur adalah guru kami, karena beliau mengajar pendeta-pendeta senior kami,” jelasnya.


Diskusi Kebangsaan yang mengusung tema Menjaga Toleransi dan Menolak Radikalisme Menuju Indonesia Maju itu, digelar oleh DPC Barikade Gus Dur Kabupaten Jember, dibuka oleh Wakil Bupati Jember, KH Firjaun Barlaman, dan dihadiri oleh tokoh-tokoh perwakilan lintas agama.


Pewarta:  Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin