Daerah

Mengenang Kiprah Aktivis Ansor di Ciamis Tempo Dulu

Sel, 11 Juni 2019 | 11:00 WIB

Mengenang Kiprah Aktivis Ansor di Ciamis Tempo Dulu

Untung Sugiri di kediamannya bersama reporter NU Online.

Ciamis, NU Online
“Dahulu kegiatan Ansor selalu berbaur dan berkegiatan dengan masyarakat. Seperti meramaikan acara khataman di masjid setempat dengan bermain alat tradisional drumb band.”

Cerita itu disampaikan Untung Sugiri kepada NU Online di kediamannya, Kampung Cireong 06/02, Desa Karangpaningal, Kecamatan Purwadadi, Ciamis, Jawa Barat, Selasa (11/6). 

Bapak Untung Sugiri merupakan aktivis Gerakan Pemuda Ansor pada zamannya. Dirinya berasal dari daerah Padaemut, Kecamatan Purwadadi, Ciamis Jawa Barat.  

“Pemuda zaman dahulu selalu mempunyai waktu untuk berbaur dengan masyarakat dalam naungan masjid atau mushalla setempat. Namun, sekarang sangat jarang pemuda yang memperhatikan kemaslahatan masyarakat kampung,” kenangnya. 

Dan bila membandingkan dengan zaman sekarang, kondisinya sangat berubah. “Sekarang, saat kiai masjid sakit saja tidak ada yang menggantikan, tidak ada yang mengurus.” ujar aktivis yang akrab disapa guru Untung ini.  

Dirinya prihatin karena pemuda zaman sekarang jarang yang belajar di pondok pesantren. “Mereka menganggap pemuda lulusan pondok pesantren kurang gaul dan tidak keren seperti halnya pemuda lulusan sekolah formal,” ujarnya. 

Selain itu, Bapak Untung juga mengisahkan bahwa pada tahun 1955 saat dirinya masih duduk di kelas satu Sekolah Rakyat. “Saat itu, Soekarno sebagai bapak proklamator Indonesia berkunjung ke daerah Lakbok, Jawa Barat. Saat itu, Soekarno didampingi oleh Bupati Tasikmalaya, Djayadiningrat,” katanya. Soekarno berjalan-jalan di daerah Lakbok dan memberi nama daerah yang ada di Kecamatan Lakbok, lanjutnya. 

Menurutnya, Lakbok berasal dari bahasa Sunda yang artinya bisa melak tapi teu bisa ngalebok atau bisa menanam tapi tidak bisa memanen.

Menurutnya, Lakbok begitu luas. “Maka Soekarno berjalan ke berbagai tempat, diberikannya daerah Karangpaningal dari bahasa Sunda yang artinya tempat untuk melihat,” katanya. 

Karangpaningal merupakan gunung tempat untuk melihat daerah Lakbok. “Maka, setelah Soekarno naik ke daerah gunung yakni Karangpaningal terlihat semua. Sehingga tempat itu disebut dengan Karangpaningal atau tempat melihat,” ungkapnya. 

Selain itu, Soekarno beralih ke daerah Sindanghaji. Dahulu sering dipakai untuk tempat peristirahatan para haji. Lalu, ada juga daerah Pelelean. “Karena para haji lapar dan mencari lauk untuk dimakan, maka mancinglah ikan atau menjaring ikan,” jelasnya. 

Dan didapatilah ikan lele dalam jumlah banyak, sehingga disebutlah daerah itu sebagai Pelelean. Kemudian berjalan ke arah Cigobang yang berasal dari dua kata yaitu Cai yang berarti air dan Gobang/kujang (bahasa Sunda) yang berarti keris. “Itulah kenapa Ciamis dilambangkan dengan keris atau kujang,” ungkapnya. 

Orang zaman dahulu, zaman Pangeran Diponegoro masih berkelana, mempunyai keris atau benda pusaka. “Beliau mampu memadamkan api dalam jarak ratusan meter dengan keris tersebut,” katanya. 

Lalu Sokerno berjalanlah ke Desa Padaringan yang mempunyai arti tempat menyimpan padi. Lalu beralih daerah Puloerang yang artinya tempat pulo yang herang atau bercahaya. 

Sama halnya Gunung Padang, gunung yang memancarkan api sehingga terang agau padang. Terang karena memiliki kekuatan gaib. 

Lalu ada daerah Manganti yang artinya tempat penantian. “Dahulu, daerah tersebut disebut dengan Jamban,” katanya. 
Menanti Lakbok akan menjadi kota bungsu. “Konon, Lakbok akan menjadi kota bungsu jika pasir yang di daerah Tasik akan berpindah ke daerah Lakbok dan untuk membangun daerah tersebut,” terangnya. 

Demikianlah aktivis Ansor tahun 70-an. “Mereka mengerti sejarah serta selalu berbaur dengan masyarakat dalam sosial keagaman,” pungkasnya. (Siti Aisyah/Ibnu Nawawi)