Daerah

Metode Tartili Memesona Sejumlah Guru TPQ di Mimika Papua

Sen, 29 Juli 2019 | 10:00 WIB

Metode Tartili Memesona Sejumlah Guru TPQ di Mimika Papua

Suasana pelatihan membaca Al-Qur'an metode Tartili di Mimika, Papua.

Mimika, NU Online
Al-Qur’an adalah kalam ilahi sebagai petunjuk dan obat. Membaca Al-Qur’an mendapatkan pahala walaupun tidak mengerti artinya.  Untuk membantu kaum Muslimin bisa membaca Al-Qur’an dengan benar dalam waktu cepat, para ulama berupaya terus menyusun berbagai metode belajar membaca A-Qur’an. 
 
Metode Baghdadi dengan alif fathah a, alif bawah i, alif depan u menjadi merk khas metode legendaris ini. Selain metode tersebut, di Indonesia lahir metode dari ulama Nusantara, di antaranya yang cukup tua adalah metode Iqra susunan Ustadz As’ad Humam dan metode Qiraaty susunan KH Dahlan Salim Zarkasyi. Akhir-akhir ini dengan tuntutan untuk membuat pembelajaran lebih cepat, tidak terlalu ketat, menyenangkan dan tidak gampang lupa, telah lahir metode Tartili.
 
Metode ini dicetuskan oleh Ustadz Syamsul Arifin Al-hafidz, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hidayah, Kesilir, Wuluhan, Jember, Jawa Timur. Yang bersangkutan awalnya adalah koordinator Qiroati se-Jawa dan Bali.
 
Penyusunan metode ini berawal dari sulitnya mendapat buku pedoman Qiroati yang harus ke Semarang. Ustadz Syamsul Arifin juga berpendapat bahwa metode Qiroati dan lainnya yang lebih dulu ada sudah terasa membosankan dan memakan waktu lama.
 
Dibanding metode lainnya, Tartili terbilang paling cepat karena hanya terdiri dari 4 jilid buku panduan. Sejak diperkenalkan pertengahan tahun 2000, metode ini mulai menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Metode ini juga mendapatkan pengakuan dari pihak Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Wilayah Jawa Timur. 
 
Sejarah telah dituliskan dengan tinta emas oleh Pondok Pesantren Darussalam Mimika Pesantren Wirausaha Ahlussunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah bersama jamaah istighotsah An-Nahdliyah Mimika, dan TPQ Al-Muhajirin. Secara bersama mengadakan kegiatan pelatihan belajar membaca Al-Qur’an metode Tartili untuk pertama kalinya di Bumi Mimika.  
 
Acara dilaksanakan pada Ahad (28/7) di gedung TPQ Al-Muhajirin, jalan Srikaya, Timika Jaya, Mimika yang diikuti puluhan guru TPQ dan guru ngaji di Kabupaten Mimika.
 
Saat memberikan pembukaan, Ketua Pengurus Yayasan Pesantren Darussalam Mimika, Sugiarso menekankan pentingnya belajar kepada ahlinya.
 
“Mayoritas metode belajar membaca Al-Qur’an yang kita kenal disusun oleh ulama Al-Qur’an dari kalangan NU. Untuk menciptakan metode dibutuhkan riyadhah dan penguasaan yang mendalam tentang Al-Quran,” katanya.
 
Menurut Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Mimika ini, terpenting dari kegiatan ini adalah berusaha menyambung sanad keilmuan Abah Syamsul melalui Ustadz Hasyim. 
 
“Inilah NU. Tanpa sanad orang akan berbicara seenaknya sendiri dan membuat tafsir dan pemahaman yang aneh-aneh. Akibat salah memahami, akhirnya pahamnya salah,” tandasnya.
 
Ustadz Hasyim Asyari yang sudah mendapatkan izin dan syahadah dari Abah Syamsul, panggilan akrab KH Syamsul Arifin, penyusun metode Tartili, memberikan materinya dan tips serta kunci dalam metode Tartili. 
 
“Metode ini sangat menyenangkan dan anak cepat bisa membaca beserta lagunya dengan baik,” urainya. 
 
Menurutnya, lagu yang dipakai di Tartili ada tiga. “Kaidahnya adalah nada pertama tinggi, nada kedua datar, nada ketiga rendah. Setiap halaman terdiri tiga kelompok kata. Per kata bisa dibaca tiga kali, atau sekali saja untuk tiga kelompok kata tersebut,” terangnya.
 
Selain memberikan kaidah nada, Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Mimika ini juga menjelaskan cara melatih. Jilid satu ini menggunakan klasikal-baca-simak.
“Pertama, guru memberi contoh dan dilanjutkan murid maju ke depan latihan sampai dirasa cukup. Cara ini juga melatih anak berani tampil di depan,” ungkapnya.
 
Para peserta mengungkapkan rasa senangnya atas kegiaatan ini. “Metode Tartili mudah dipahami dan tidak membosankan,” ungkap Ustadz Andri, guru TPQ Al-Muhajirin. 
 
Dirinya kemudian menceritakan bagaimana sang istri di rumah juga terkesima dan terus mencoba metode ini. “Bahkan istri saya sampai malam  masih melantunkan nada Tartili, “ terangnya.
 
Dalam pandangannya,  metode ini sangat bagus. “Untuk masalah nada, saya masih meraba-raba. Mudah-mudahan Al-Muhajirin bisa menerapkannya,” ungkap Idawati, peserta dari Timika Jaya. 
 
Hj Asmawati merasa masih ingat lagunya denan rengeng-rengeng sendiri. “Anehnya kalau sendiri nadanya fals, tapi kalau bareng-bareng jadi enak, “ kesannya.
 
Kegiatan tersebut dihadiri sesepuh mushala Muhajirin, H Totok, Ketua Pengurus Yayasan Pesantren Darussalam Mimika, Sugiarso, sesepuh Timika Jaya, Mbah H Mulyito.
 
Juga ada sesepuh NU Wonoasri Jaya, Mbah H Saean, Ustadz Addul Aziz, utusan Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi, Ustadz Khotib, dan para guru TPQ lainnya. (Ibnu Nawawi)